Jakarta (Indonesia Window) – Tak ada yang berbeda dari Nicolas Saktika Hidayah dibandingkan anak-anak sebayanya.
Sebagai bocah 9 tahun, Nicolas, demikian dia biasa dipanggil, terkadang masih suka menggoda adik perempuannya, Adeeva Izma Hidayah, yang terpaut tujuh tahun darinya, atau langsung mencomot hidangan yang disuguhkan orangtuanya untuk para tamu di rumah.
Kadang-kadang Nicolas juga tak menghiraukan orang yang memanggilnya karena asyik mengutak-atik mainan.
Bocah ini terlihat ‘istimewa’ saat dia bicara.
Meskipun lahir di Bogor, Jawa Barat dari pasangan Miftah Hidayah yang asli Betawi-Sunda dan Erna Sumardiana asal Aceh, Nicolas sangat lancar berbahasa Inggris.
Sang ibu menuturkan bahwa kemampuan putera ketiganya berbahasa Inggris dimulai sejak Nicolas berusia 2 tahun, waktu pertama kali dia mulai belajar bicara.
“Kata-kata pertama dia mommy-daddy. Padahal kami mengajarkan anak-anak untuk memanggil mama-papa,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa tak ada satu pun anggota keluarga atau orang-orang terdekat Nicolas yang mengajarkannya menyebut mommy-daddy.
Selanjutnya Nicolas lebih lancar dan nyaman berbahasa Inggris, seakan-akan bahasa asing ini adalah bahasa ibunya, sedangkan Bahasa Indonesia jadi bahasa kedua baginya.
“Dia bisa langsung dekat dengan teman baru jika bisa ngobrol bareng dengan Bahasa Inggris. Sebaliknya, kalau kawan bicaranya tidak bisa menanggapinya dengan Bahasa Inggris, dia nggak banyak bicara dan nggak dekat,” jelas sang ibu.
Namun demikian, orangtua Nicolas selalu berupaya membiasakan puteranya untuk berbicara dengan Bahasa Indonesia di setiap kesempatan.
“Tapi kadang-kadang kami harus menyesuaikan juga, terutama kalau sedang memberi nasihat atau pengertian tentang sesuatu hal penting kepada Nicolas, harus pakai Bahasa Inggris supaya dia langsung paham,” tutur sang ibu.
Karenanya, semua anggota keluarga di rumah, termasuk para karyawan yang membantu usaha orangtua Nicolas ‘terpaksa’ belajar Bahasa Inggris agar dapat berkomunikasi dengan dirinya.
Hingga kini, Miftah dan Erna tak tahu pasti mengapa anak lelakinya itu lancar berbahasa Inggris sejak usia yang masih sangat dini, tanpa pernah diajar dengan metode khusus.
“Kami anggap ini anugerah dari Allah (ﷻ). Alhamdulillah,” kata sang ibu, seraya mengungkapkan ‘kelebihan’ Nicolas tak tampak pada dua kakak dan adiknya.
Selain lancar berbicara dalam Bahasa Inggris, Nicolas juga punya pengetahuan yang luas tentang banyak hal, mampu berpikir kritis melebihi teman-teman seusianya, dan tak segan atau malu mengutarakan pendapatnya meskipun berbeda dari kebanyakan orang.
Karakterisik Nicolas yang mulai tampak di usia 4 tahun tersebut tak jarang membuat orangtuanya ‘kewalahan’ dan ‘canggung’.
“Kami pernah naik mobil dari Mesir ke Palestina selama tujuh jam. Selama perjalanan itu Nicolas nggak pernah diam. Dia bicara terus dan topiknya berbeda-beda. Jadi, saya yang tadinya mau tidur harus terjaga untuk menjabani obrolannya,” tutur sang ayah, yang merupakan pemilik dan pengembang suplemen otak Vitabrain.
Selama berada di Palestina bersama orangtuanya Nicolas terus berpolah. Dia kerap bertanya, mengapa di Palestina justru lebih banyak tentara Israel.
Menurut Miftah, anak lelakinya itu belajar dari hal-hal yang dijumpai di sekelilingnya, dan jika tertarik pada suatu hal, langsung ingin tahu lebih jauh. Membaca buku atau berselancar di dunia maya adalah cara Nicolas menghapus dahaganya akan pengetahuan.
Walhasil, walau tak pernah belajar biologi di bangku sekolah, Nicolas paham dan mampu menceritakan apa yang telah dibaca dan didengarnya tentang laba-laba, atau kehidupan di laut dan macam-macam ikan yang hidup di dalamnya.
Dia bahkan punya pandangan sendiri tentang pandemik yang belum berakhir. Fakta dan data tentang awal virus itu muncul di Wuhan, China; mengapa kasus infeksi COVID-19 paling banyak ditemukan di Amerika Serikat; dan bagaimana seharusnya orang-orang menghadapi pandemik ini, disampaikannya dengan lancar layaknya seseorang yang sudah membaca ratusan artikel ilmiah.
Dengan kecerdasan di atas rata-rata yang dimiliki putera mereka, Miftah dan Erna pernah memasukkan Nicolas ke beberapa sekolah internasional yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
Nicolas juga pernah mencicipi belajar di sekolah khusus anak-anak istimewa, Cugenang Gifted School di Cianjur, Jawa Barat.
Namun, para pendidik di seluruh lembaga pendidikan formal tersebut mengaku ‘tak sanggup’ mengajar Nicolas yang karakteristik istimewanya berbeda dari kawan-kawannya.
Akhirnya, sejak memasuki usia sekolah formal, Nicolas menjalani home schooling, sama seperti kedua kakak perempuannya yang kini telah berusia remaja.
Home schooling lebih dipilih karena, menurut Miftah, tak ada batas ruang dan waktu untuk memuaskan rasa ingin tahu anak-anaknya tentang apa pun. Mereka juga bebas untuk menggali berbagai hal yang menarik serta mengasah keahlian sesuai bakat dan minat masing-masing tanpa ada beban akademik, seperti mencapai target kelulusan atau bersaing mendapatkan nilai tertinggi.
Makanya, Nicolas tak hanya gemar belajar apa yang disukainya, tapi juga suka bermain dengan mainan hasil imajinasinya yang dia buat dari bahan-bahan seadanya yang bisa ditemukan di rumah, seperti kertas dan kardus bekas.
Menyesuaikan dengan zaman kekinian yang serba digital, Nicolas pun senang membuat karakter animasi lewat komputer.
“This is a map of space ship that I made in my computer. And these are the characters. One of them could be the imposters, so the other ones should figure it out and kill it before it kills them.”
Nicolas menuturkan bahwa dia membuat denah pesawat ruang angkasa yang di dalamnya ada sejumlah awak. Salah satu dari mereka adalah penjahat, sehingga para awak harus mencari tahu siapa penipu itu dan harus segera menyingkirkannya.
Permainan animasi itu, katanya, dibuat dengan teknologi coding yang saat ini dia pelajari dengan menonton video di YouTube.
Kemampuan berpikir kritis dan logis Nicolas terus berkembang seiring dengan empatinya pada orang lain.
Dibantu dua kakaknya, Anais Maryam Hidayah dan Moza Ramya Hidayah, Nicolas berbagi ilmu Bahasa Inggris melalui kanal YouTube-nya, Nicolas Time, yang telah memiliki lebih dari 2.300 subscriber dengan 119 video.
Kelak saat dewasa, Nicolas mengaku ini menjadi game animator atau game programmer.
Laporan: Redaksi