Tabrakan dengan burung (bird strike) diduga menyebabkan kerusakan pada roda pendarat pesawat Jeju Air 7C2216, dan mungkin menjadi penyebab tragedi penerbangan yang menewaskan 177 orang itu.
Seoul, Korea Selatan (Xinhua/Indonesia Window) – Seluruh 179 orang di dalam pesawat jet penumpang yang jatuh saat mendarat di sebuah bandar udara (bandara) di barat daya Korea Selatan (Korsel) telah dikonfirmasi tewas kecuali dua orang yang berhasil diselamatkan, menurut laporan sejumlah media pada Ahad (29/12), mengutip keterangan dari otoritas pemadam kebakaran setempat.
Sebagaimana dikutip media, otoritas pemadam kebakaran mengatakan jenazah 179 korban telah dievakuasi dari lokasi kejadian pada pukul 20.38 waktu setempat, dengan hanya dua awak pesawat yang berhasil diselamatkan.
Insiden tersebut menandai tragedi penerbangan terburuk dalam sejarah modern Korsel sejak kecelakaan pesawat pada 1993 yang menewaskan 66 orang.
Dilaporkan sekitar pukul 09.03 waktu setempat, pesawat yang membawa 175 penumpang, termasuk 173 warga negara Korsel dan dua warga negara Thailand, beserta enam awak jatuh ketika mencoba mendarat di Bandara Internasional Muan, sekitar 290 kilometer sebelah barat daya Seoul, ibu kota Korsel.
Pesawat Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2216 dari Bangkok, Thailand, mendarat tanpa roda, tergelincir dari landasan pacu dan menghantam dinding luar landasan pacu, dengan badan pesawat yang patah menjadi dua dan terbakar.
Hanya dua awak yang berhasil diselamatkan di bagian belakang pesawat nahas tersebut, yang sebagian besar mengalami kerusakan parah.
Otoritas pemadam kebakaran meyakini tabrakan dengan burung (bird strike) yang menyebabkan kerusakan pada roda pendarat kemungkinan menjadi penyebab kecelakaan tersebut.
Setelah melakukan upaya pendaratan pertama, pesawat berputar-putar di udara diperkirakan karena roda pendarat yang tidak berfungsi dan melakukan upaya pendaratan kedua dengan belly landing (teknik pendaratan darurat dengan pesawat mendarat tanpa mengeluarkan roda), yang mengakibatkan tragedi tersebut.
Rekaman televisi menunjukkan gumpalan besar asap hitam membubung keluar dari pesawat Boeing 737-800 yang dilalap api. Rekaman lain menunjukkan sebuah mesin di sayap kanan pesawat mengeluarkan asap disertai api sebelum mencoba mendarat.
Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan di televisi, seorang pejabat dari Kementerian Agraria, Infrastruktur, dan Transportasi Korsel mengatakan pengambilan data penerbangan dan perekam suara telah selesai dilakukan untuk menyelidiki kecelakaan pesawat itu.
Kementerian tersebut menambahkan kemungkinan diperlukan waktu setidaknya beberapa bulan hingga tahun untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan itu.
Pelaksana Tugas Presiden Korsel Choi Sang-mok pada Ahad mengumumkan masa berkabung selama sepekan atas tragedi tersebut.
Dalam pertemuan pusat penanggulangan bencana, Choi mengatakan pemerintah akan menetapkan tujuh hari hingga tengah malam pada 4 Januari 2025 sebagai masa berkabung nasional, serta mendirikan altar peringatan bersama di 17 kota dan provinsi untuk mengungkapkan belasungkawa bagi para korban.
Dia mengatakan pegawai negeri sipil di semua kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga publik akan mengenakan pita berkabung selama masa tersebut, seraya berjanji akan menyelidiki secara menyeluruh penyebab pasti kecelakaan tersebut dan mengambil tindakan guna mencegah terulangnya kecelakaan tragis semacam itu.
Choi menyatakan belasungkawa yang mendalam bagi para korban yang meninggal dan keluarga mereka yang berduka, serta menyatakan wilayah Muan sebagai daerah bencana khusus untuk memberikan dukungan yang diperlukan bagi keluarga yang berduka dan korban luka.
Laporan: Redaksi