Banner

Rumah lelang Christie’s tepis tuduhan penjualan Al-Quran termahal di dunia

Manuskrip Al-Quran Persia abad ke-15 yang dijual pada Juni 2020 sebagai bagian dari lelang reguler Christie’s bertema “Seni Dunia Islam dan India” seharga 7 juta pound sterling (9,3 juta dolar AS, sekitar 135,6 miliar rupiah), harga tertinggi untuk sebuah Al-Quran. (Christie’s)

Jakarta (Indonesia Window) – Rumah lelang seni yang berbasis di London, Christie’s, menepis “tuduhan tidak berdasar” atas asal-usul barang lelang, menyusul skeptisisme atas asal-usul Al-Quran dari abad ke-15 yang dijual dengan harga paling tinggi di dunia.

Christie’s mengatakan pihaknya menghadapi kritik yang terus meningkat dari akademisi dan publik atas keabsahan barang lelang mengenai hal yang disebut sebagai alasan ideologis, menurut laporan Kantor Berita Arab Saudi (SPA).

Masalah tersebut mengemuka baru-baru ini ketika manuskrip Al-Quran Persia abad ke-15 dijual sebagai bagian dari lelang reguler Christie bertema “Seni Dunia Islam dan India” seharga 7 juta pound sterling (9,3 juta dolar AS, sekitar 135,6 miliar rupiah), harga tertinggi untuk sebuah Al-Quran.

Diperkirakan dijual seharga 600.000- 900.000 pound sterling, Al-Quran tersebut adalah salah satu dari sejumlah karya seni kuno dari dunia Islam yang terjual dalam harga tinggi pada lelang itu.

Sementara itu, Al-Quran bergaya tulisan Kufi dari koleksi mendiang wali kota Jeddah dan pencinta seni, Dr. Mohamed Said Farsi – pria yang berjasa mengubah kota menjadi “museum terbuka” – dijual dengan harga sekitar 300.000 pound sterling (sekira 5,8 miliar rupiah).

Banner

Satu lembar dari Al-Quran bergaya aksara Kufi itu diyakini berasal dari Yaman, dan dijual dengan harga lebih dari 18.500 pound sterling (sekitar 360,5 juta rupiah).

Christie’s membantah bahwa salah satu barang yang dijual di pelelangan diperoleh secara tidak sah.

“Kami sadar bahwa ada perdebatan yang bernuansa dan kompleks seputar kekayaan budaya, dan ingin mendengarkan dan terlibat dengan tepat,” katanya dalam sebuah pernyataan.

“Namun, kami juga prihatin dengan maraknya tuduhan tak berdasar, menyebar jauh dan cepat di media sosial, yang mempertanyakan legalitas dan legalitas pertukaran benda-benda dan area pengumpulan tersebut. Sebagai marketplace, kita semua harus peduli dan memastikan bahwa debatnya seimbang.”

Perdebatan tentang kekayaan budaya, kolonialisme, dan sejarah kekaisaran Barat telah muncul di garis depan kesadaran publik sejak gerakan Black Lives Matter melanda sebagian besar dunia.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner

Iklan