Telaah – Kerja sama pangan China-Indonesia di tengah ambisi swasembada pangan Prabowo
RI mampu mencapai swasembada pangan dalam waktu 4-5 tahun dan siap menjadi lumbung pangan dunia, dengan peningkatan produktivitas beras, perluasan lahan pertanian, hingga perbaikan tata niaga pupuk.
Jakarta (Xinhua/Indonesia Window) – Sejak hari pertamanya menjabat, Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto telah menyatakan tekadnya untuk membawa RI mencapai swasembada pangan.
“Saya telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh bergantung dari sumber makanan dari luar,” tegasnya. Prabowo juga mengatakan bahwa berdasarkan diskusinya dengan sejumlah pakar, dia optimistis RI mampu mencapai swasembada pangan dalam waktu 4-5 tahun dan siap menjadi lumbung pangan dunia, demikian dikutip dalam siaran pers di situs jejaring presiden RI pada 20 Oktober 2024, hari pelantikan presiden RI kedelapan tersebut.
Komitmen ini dibuktikan oleh pemerintahan Prabowo dengan pengambilan sejumlah langkah strategis, seperti peningkatan produktivitas beras, perluasan lahan pertanian, hingga perbaikan tata niaga pupuk, sebut laman resmi RI, Portal Informasi Indonesia, pada 2 Juni 2025. Langkah-langkah itu pun disambut positif oleh kalangan petani lokal.
Selain upaya-upaya tersebut, RI ternyata juga menjalin sederet proyek kerja sama dengan China di bidang pangan.
Pada 2024, Kementerian Pertanian (Kementan) RI menandatangani kerja sama dengan Institut Penelitian Padi Nasional China (China National Rice Research Institute/CNRRI). CNRRI merupakan lembaga riset padi terbesar di China yang telah berdiri sejak 1981. Lembaga ini berperan penting dalam pelaksanaan riset padi berskala nasional maupun global dan telah menghasilkan berbagai varietas padi unggul.
Menurut pernyataan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan RI, tujuan dari kerja sama dengan CNRRI adalah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dengan memastikan peningkatan hasil panen melalui teknologi dan inovasi terbaru, meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dengan memperbaiki pola tanam sehingga lebih efisien dan berkelanjutan, serta menurunkan biaya produksi untuk mengurangi biaya hingga 40-60 persen melalui teknologi alat dan mesin pertanian serta metode baru.
Induk Koperasi Unit Desa (INKUD), organisasi nasional untuk jaringan koperasi unit desa di Indonesia, juga menjalin kerja sama dengan dua perusahaan China, yakni Beidahuang Wandashaw Dairy dan Jidong Huaguan Rice Industry. INKUD dan Beidahuang Wandashaw Dairy akan berkolaborasi dalam pengembangan pabrik pengolahan susu, sementara Jidong Huaguan Rice Industry akan berpartisipasi dalam kerja sama penggilingan padi di Indonesia.
“China memiliki teknologi dan infrastruktur yang maju dalam bidang pertanian dan pangan. Melalui kerja sama ini, kami berharap dapat mengadopsi teknologi tersebut untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pangan di Indonesia,” kata Ketua Umum INKUD Portasius Nggedi seperti dikutip ANTARA News pada 23 Mei 2024.
Selain di bidang pengolahan susu dan penggilingan padi, INKUD juga berencana memperluas kerja sama dengan industri China lainnya, terutama untuk pembangunan pabrik mesin pertanian dan penanaman tebu serta pabrik gula di Indonesia, imbuhnya kepada ANTARA News.
Yang terbaru, RI dilaporkan telah menjalin kerja sama dengan China dalam program unggulan pemerintahan Prabowo, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG). Seperti dilaporkan Kompas pada 27 Mei 2025, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Kadin China pada 24 Mei 2025 telah menandatangani perjanjian kerja sama terkait program MBG. Melalui perjanjian tersebut, China akan berinvestasi dalam program MBG dalam penyediaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), distribusi protein dan karbohidrat, serta modernisasi industri pertanian dan pengurutan genom (genome sequencing).
Meski sempat memicu keresahan di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal, yang khawatir bahwa peluang mereka untuk terlibat dalam program MBG pupus karena keikutsertaan investor asing, ajakan kepada investor asing seperti China dinilai sebagai langkah yang logis oleh Soekanto, dosen ekonomi pembangunan dari Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya. Saat diwawancarai Kompas, Soekanto mengatakan program MBG tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena dana yang dibutuhkan sangatlah besar.
Kerja sama strategis Indonesia dengan China di bidang pangan mencerminkan pendekatan pragmatis dalam mewujudkan ambisi besar swasembada pangan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Ke depannya, keberhasilan program-program swasembada pangan tidak hanya ditentukan oleh seberapa besar kerja sama luar negeri yang dijalin, tetapi juga oleh kemampuan Indonesia dalam membangun kemandirian dan keberlanjutan di sektor pangannya sendiri.
Laporan: Redaksi

.jpg)








