Roubini mengatakan meski inflasi kemungkinan telah mencapai puncaknya, dia tidak yakin seberapa cepat inflasi akan turun dan meyakini resesi di AS akan berlangsung lama.
Jakarta (Indonesia Window) – Resesi Amerika Serikat (AS) akan berlangsung “lama” dan “berat,” serta dapat menimbulkan kesulitan finansial “di seluruh penjuru negeri,” sebut Bloomberg pada Senin (15/8) mengutip Nouriel Roubini, seorang ekonom yang terkenal dengan tendensi bearish-nya.
“Kita sedang mengalami penurunan yang tajam. Kita telah melewati dua kuartal dengan pertumbuhan negatif selama paruh pertama (tahun 2022),” kata Roubini, ekonom Amerika keturunan Iran yang pernah memprediksi ledakan gelembung perumahan (housing bubble burst) secara akurat pada 2008.
“Suku bunga acuan (funds rate) The Fed seharusnya berada jauh di atas angka 4 persen untuk mendorong inflasi ke angka 2 persen,” lanjutnya. “Jika itu tidak terjadi, ekspektasi inflasi akan menjadi tak stabil, atau Anda akan mengalami hard landing.
Federal Reserve atau The Fed baru-baru ini kembali menaikkan suku bunga sebanyak 75 basis poin pada akhir Juli agar inflasi tidak mencapai 8,5 persen. Kenaikan ini menyusul kenaikan serupa pada Juni, menandai kenaikan beruntun terbesar yang pernah terjadi dalam puluhan tahun.
Roubini mengatakan meski inflasi kemungkinan telah mencapai puncaknya, dia tidak yakin seberapa cepat inflasi akan turun.
“Saya rasa kebijakan moneter itu tidak cukup ketat untuk mendorong inflasi ke angka 2 persen dengan cukup cepat,” imbuhnya.
Inflasi pangan
Sebelumnya, laporan MarketWatch pada Rabu (3/8) menyebutkan bahwa inflasi pangan tahunan kini mencapai 8,8 persen di AS dan zona Eropa, naik dari rata-rata 1,6 persen pada dekade sebelum pandemik.
Harga pangan mulai meningkat pada pertengahan 2021, karena biaya distribusi yang lebih tinggi, kekurangan tenaga kerja, kenaikan harga komoditas, dan kelangkaan terus-menerus yang memengaruhi sektor ini.
Pada 2022, tren ini diperburuk oleh perang di Ukraina, dengan inflasi pangan meningkat di negara-negara berkembang terlebih dahulu dan belum lama ini di perekonomian maju, menurut laporan itu.
“Diperbandingkan dengan standar historis, peningkatan inflasi pangan yang lebih besar terjadi di negara-negara maju,” kata laporan itu, menyebut bahwa sebagian besar kenaikan harga komoditas pangan diteruskan ke harga eceran di banyak negara di seluruh dunia.
Meski inflasi pangan menunjukkan penurunan dalam data terbaru untuk emerging economy, angkanya tetap sangat tinggi untuk AS dan zona euro, dengan peningkatan terus berlanjut pada level lebih dari 1 persen per bulan, imbuh laporan itu.
“Salah satu alasan mengapa inflasi pangan lebih persisten di negara maju mungkin adalah karena berlanjutnya gangguan pasokan dan kelangkaan produk pangan yang dimulai dengan terjadinya pandemik,” tambahnya.
Sumber: Xinhua
Laporan: Redaksi