Judul: Kok Bukan Aku yang Jadi Tuhan? Ketika Bocah Berfilsuf
Genre: Non-fiksi
Penulis: Atabiya Radhwa Sagena Hasyim
Tahun Terbit: 2022
Kata Pengantar: Bambang Purwanto
Pengeja: Armin Mustamin Toputiri
ISBN: 978-623-92231-6-8
Jumlah halaman: 98
“Bagaimana perasaanmu ketika difitnah? Apakah merasa tidak adil?”
Monolog di atas adalah kutipan dalam buku ‘Kok Bukan Aku Yang Jadi Tuhan?’ yang ditulis Atabiya Radhwa Sagena Hasyim.
Terkadang kita mengungkapkan sesuatu tanpa sadar jika ungkapan itu bermakna dan bisa dijadikan pembelajaran oleh para pembacanya atau oleh pendengar. Seperti itulah yang terjadi pada anak-anak. Teori belum berhak menghakimi mereka jika mengungkapkan sesuatu sekalipun kalimat mereka di luar daya nalar.
Tetapi entahlah dengan Radhwa ini, penulis belia yang sudah melahirkan empat buku fiksi dan satu buku esai. Radhwa besar dalam rumah yang penuh dengan bacaan berat koleksi kedua orang tuanya. Hobbynya membaca dan menulis, diiringi dengan rasa keingintahuan seorang bocah, dia ikut melahap beberapa buku berat tersebut. Termasuk novel filsafat berjudul ‘Dunia Sophie’.
What? Philosophy?
Yup!
Radhwa kali ini menyodorkan kita kejutan luar biasa! Buku kumpulan esainya ini bernada filsafat. Ringan tapi berat.
Jujur saya terpaku ketika disodorkan bukunya yang merupakan buku non-fiksi pertamanya. Kumpulan esai yang ditulisnya diawali dengan menulis gaya diary di lembaran kertas dengan tulisan tangan, apik. Lembaran-lembaran tulisan tangannya yang kemudian dicetak dan kini hadir di hadapan para pembaca sekalian. Sebagian besar tulisan Radhwa ini pernah dimuat di IndonesiaWindow.com
Buku yang mempertanyakan Tuhan ini bukan berarti Radhwa meragukan Ketuhanan. Dia terdidik dengan dasar agama yang kuat, dia tahu dan yakin tentang Tuhan. Cuma karena mengalami beberapa hal yang tidak mengenakkan, muncullah pikirannya untuk ‘menggugat tuhan’. Di sini jiwa kanak-kanaknya masih tampak.
Buku ini memuat banyak pembelajaran baik untuk semua kalangan dan usia. Isinya tentang pengalaman berpikir seorang bocah, pandangan dan caranya mengatasi masalahnya di SD dan di pondok, juga ungkapan rasanya sebagai seorang anak, pun calon kakak yang tak terwujud menjadi kakak. Saya melihat dan membaca sendiri tumpukan catatan dan lembaran diary Radhwa yang berisi juga komik anime yang ditulisnya sejak SD. Saya katakan, “Inilah harta karun Radhwa”.
Saya terharu, tertawa, dan merenung menyelami isi buku ini. Amazing!
Radhwa menulis melampaui usianya yang kini tercatat sebagai siswi Pondok Pesantren Modern Gontor Putri. Buku yang membuat saya terpaku takjub karena dilahirkan oleh seorang bocah, yang meskipun telah melahirkan beberapa karya fiksi, tetapi buku yang satu ini luar biasa. Siapapun akan termangu jika menyebut filsafat. Ilmu yang tidak semua orang mampu mengerti dan mendalaminya.
Selamat, Nak Radhwa, buku ini mengobati kekecewaan saya yang cuma bisa membaca empat buku fiksinya (karena buku cerpennya yang ke-4 adalah perpisahan Radhwa menulis fiksi). Sungguh keputusan sang ayah memisahkan gadis semata wayangnya dari dunia fiksi sudah beliau perhitungkan dengan matang dan bijak.
Selamat membaca buku keren ini.
Penulis: Arniyaty Amin (ibu rumah tangga, tinggal di Makassar)
Keren, MasyaAllah