Jakarta (Indonesia Window) – Tahun 2012, perusahaan manajemen konsultan yang berbasis di New York, Amerika Serikat, McKinsey melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat dapat menempatkannya pada tujuh besar dunia pada 2030, naik dari peringkat ke-16 saat itu.
McKinsey menyebut sejumlah potensi Indonesia yang mendukung proyeksi tersebut, juga catatan penting bahwa prediksi itu bisa menjadi kenyataan jika Indonesia dapat meningkatkan produksi guna memenuhi target pertumbuhan.
McKinsey juga menyatakan – lebih terkesan mewanti-wanti – bahwa karakteristik menjadi “Macan Asia” Indonesia berbeda dari negara lain, karena negara ini tumbuh sebagai akibat dari konsumsi, bukan ekspor dan manufaktur. Karenanya banyak hal yang harus dilakukan oleh Indonesia.
Dari segi ketersediaan dan kesiapan tenaga kerja, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III, Dr. Illah Sailah mengatakan bahwa menjadikan Indonesia sebagai tujuh besar ekonomi dunia harus disertai dengan upaya menciptakan ratusan juta tenaga terampil penuh di bidang tertentu.
“Paling tidak kita butuh 113 juta ‘fully-skilled workers’ yang benar-benar ahli di bidangnya agar tidak diserbu tenaga kerja asing,” ujarnya dalam diskusi bersama para wartawan di Jakarta baru-baru ini.
Illah mencontohkan, tambang mineral nikel di Indonesia memerlukan tenaga kerja terampil di bidang ini yang tingkat akademiknya setara dengan Diploma I.
“Namun, tenaga terampil di bidang ini masih kurang. Akibatnya ada perusahaan tambang nikel asing yang 70 persen tenaga kerjanya berasal dari luar karena kita tidak punya tenaga terampil yang mereka butuhkan,” kata dia.
Sarjana terapan
Lebih lanjut Illah mengatakan industri dan pabrik sebenarnya lebih membutuhkan tenaga kerja yang siap kerja, dan mereka merupakan lulusan Diploma III/IV.
“Namun, kebanyakan budaya orangtua di Indonesia lebih merasa bangga jika anak-anak mereka lulus sebagai sarjana,” kata dia, seraya menambahkan bahwa lulusan D-IV sebenarnya lebih siap kerja.
Guna menghadapi kondisi budaya tersebut, menurut dia, istilah Diploma IV dapat dipromosikan sebagai Sarjana Terapan. Dengan demikian, mereka yang mengambil pendidikan tinggi dengan tingkat D-IV atau Sarjana Terapan akan lulus dengan keahlian yang spesifik, namun dengan gelar setara sarjana.
“Masih ada istilah sarjana, tapi lebih terampil dan siap kerja,” katanya.
Di wilayah kerja LLDIKTI III, jumlah program studi (prodi) Diploma I – IV yang ditawarkan di perguruan tinggi jauh lebih sedikit dibandingkan Strata I. Jumlah prodi D-I sebanyak tujuh, D-II 3, D-III 359, D-IV 50, sedangkan S-I ada 1.080 prodi.
Penulis: Redaksi