Program studi banding kades ke China selama kurang lebih 12 hari, termasuk mengunjungi beberapa desa percontohan di sana seperti Desa Jiuziwan di Provinsi Anhui dan Desa Dongziguan di Provinsi Zhejiang, China timur.
Jakarta (Xinhua) – Rio Remota merupakan salah satu dari 20 kepala desa (kades) Indonesia yang berkesempatan mengunjungi China dan belajar banyak tentang kesuksesan pembangunan desa di sana. Sepulang ke Indonesia, dia dan kades lainnya telah menyusun sejumlah rencana untuk memajukan daerahnya.
Program studi banding kades ke China ini difasilitasi Pemerintah Republik Rakyat China melalui Kedutaan Besar China di Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Republik Indonesia. Setelah sempat terhenti sementara selama empat tahun akibat pandemik COVID-19, program ini kembali digelar pada pertengahan Oktober lalu dengan memberangkatkan 20 kades dari berbagai daerah, termasuk dari wilayah Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Papua.
Salah satu yang terpilih yakni Rio Remota yang saat ini merupakan Kepala Desa Hanura di Kabupaten Pesawaran, berjarak kurang lebih 15 kilometer dari pusat Kota Bandar Lampung. Dia terpilih mengunjungi China selama kurang lebih 12 hari, termasuk mengunjungi beberapa desa percontohan di sana seperti Desa Jiuziwan di Provinsi Anhui dan Desa Dongziguan di Provinsi Zhejiang, China timur.
Rio, yang baru pertama kali mengunjungi China, mengaku terpukau dengan pembangunan desa di sana yang memiliki tata ruang sangat baik namun juga tetap menjaga budaya lokal.
Salah satu contoh kesuksesan Desa Jiuziwan yang dipelajarinya yakni pembangunan pertanian sebagai penggerak ekonomi dan mendapat dukungan penuh dari pemerintahnya.
“Saat berkunjung ke sana, kami langsung melihat dan mempelajari pemanfaatan lahan pertanian, pertanian yang dikemas menjadi ekonomi pedesaan yang maju dengan cerdas dalam mengoptimalkan potensi yang ada,” ujarnya kepada Xinhua belum lama ini.
Meniru kesuksesan di China, dia telah menyiapkan beberapa rencana kebijakan di antaranya mendorong produktivitas lahan pertanian di desanya, bekerja sama dengan desa tetangga dalam membangkitkan pariwisata lokal dan meniru kebersihan desa di China melalui kebijakan manajemen sampah.
Cerita lainnya yang tidak kalah menarik disampaikan Sahudi, Kepala Desa Soroyudan di Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Dia mengatakan banyak belajar dari Desa Dongziguan di Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, terkait pelestarian cagar budaya lokal seperti bangunan-bangunan tua sebagai daya tarik wisata.
Sementara itu, Desa Jiuziwan meninggalkan kesan tersendiri terkait kesuksesan pengelolaan potensi ekonomi pertanian. Karena itu, salah satu rencana kebijakan yang sudah disiapkan untuk desanya yakni memastikan agar lahan pertanian di Desa Soroyudan yang saat ini masih cukup banyak bisa dipertahankan dan dikembangkan.
Demikian juga dengan Ajun Hidayat, Kepala Desa Girilaya di Lebak, Provinsi Banten, mengaku terpukau dengan lingkungan pedesaan di China yang bersih dan tertata rapi serta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di sana yang juga maju. Dia mendapat banyak inspirasi kebijakan baru untuk memajukan desanya.
“Warga di sana (China) memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin dan menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu, kerja sama dari semua elemen masyarakat dilibatkan sehingga dari segi fisik desa dan manajemennya menjadi maju,” ujarnya.
Selain mengunjungi desa-desa di China, para kades juga menghadiri pertemuan dengan Asosiasi Islam di China, dialog ilmiah dengan Universitas Peking, serta kunjungan ke Xinyi Electric Storage Holdings, produsen baterai dan penyimpanan energi.
Direktur Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PPKTrans) Kementerian Desa dan PDTT Danton Ginting Munthe saat penutupan program di Shanghai baru-baru ini mengatakan hasil studi banding itu akan menjadi referensi para kades di Indonesia untuk terus membangun desa sesuai dengan karakteristik setiap desa. Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 75.000 desa dengan potensi yang beragam.
Laporan: Redaksi