Jakarta (Indonesia Window) – Kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Michael (Mike) Pompeo, ke Indonesia pada Kamis (29/10) sesuai dengan strategi lembaga think tank RAND Corporation, menurut aktivis Muslim, Ismail Yusanto.
Strategi tersebut ditulis dalam dua dokumen penting yang dikeluarkan oleh RAND Corporation, yakni Civil Democratic Islam dan Building Moderate Muslim Networks (Membangun Jaringan Muslim Moderat), kata penasihat Komunitas Literasi Islam dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
“Barat menilai upaya umat Islam untuk kembali kepada kemurnian ajaran setelah periode keterbelakangan dan ketidakberdayaan Dunia Islam yang panjang, dipandang sebagai suatu ancaman terhadap mereka, terhadap peradaban dunia modern dan bisa mengantarkan kepada Clash of Civilization (Benturan Peradaban),” jelas Ismail.
Lebih lanjut dia mengatakan, agar tidak menjadi ancaman, Dunia Islam, menurut Barat, harus dibuat ‘ramah’ terhadap demokrasi dan modernitas, serta mematuhi aturan-aturan internasional untuk menciptakan perdamaian global.
“Karenanya, hal tersebut memerlukan pemetaan kekuatan dan pemilahan kelompok Islam untuk mengetahui siapa kawan dan lawan bagi Barat; mana yang ingin diperkuat; siapa akan dijadikan anak didik; serta pengaturan strategi untuk mengolah sumber daya yang ada di Dunia Islam,” terang Ismail.
Menurutnya, Barat kemudian melakukan klasifikasi terhadap Umat Islam, termasuk mereka yang berada di Indonesia, berdasarkan kecenderungan dan sikap politik mereka terhadap Barat dan nilai-nilai demokrasi.
Ismail menjelaskan bahwa klasifikasi tersebut menghasilkan empat kelompok, yakni Kelompok Fundamentalis, yakni kelompok yang dinilai menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat kontemporer, menginginkan sebuah negara otoriter yang puritan yang akan menerapkan hukum Islam yang ekstrem dan totalitas.
Kelompok kedua adalah Kelompok Tradisionalis, yakni merek yang ingin suatu masyarakat yang konservatif, mencurigai moderenitas, inovasi, dan perubahan.
Kelompok ketiga adalah Kelompok Modernis, yakni mereka yang ingin Dunia Islam menjadi bagian modernitas global, ingin memoderenkan dan mereformasi Islam dan menyesuaikannya dengan zaman.
Kelompok keempat adalah Kelompok Sekularis, yakni mereka yang ingin Dunia Islam menerima pemisahan antara agama dan negara dengan cara seperti yang dilakukan oleh negara-negara demokrasi industri Barat, dengan agama dibatasi pada lingkup pribadi.
Dengan klasifikasi demikian, Barat direkomendasikan agar mendekati Kelompok Modernis dan Tradisionalis guna melawan apa yang mereka katakan sebagai kelompok Fundamentalis, tutur Ismail.
“Nah, dalam kerangka seperti itulah, kunjungan Pompeo harus kita maknai. Hal itu ditegaskan juga oleh GP Ansor melalui Ketua Umumnya, Yakult, yang dengan gamblang mempromosikan kepada Pompeo, apa yang mereka katakan sebagai Islam moderat. Jadi, klop lah,” ujarnya.
Laporan: Redaksi