Program Doktoral Pendidikan Bahasa Inggris, Departemen Bahasa Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM), baru-baru ini meluncurkan program peer-mentoring (mentor sejawat) yang dirancang untuk meningkatkan prestasi akademis dan kewarasan mahasiswa.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Program Doktoral Pendidikan Bahasa Inggris, Departemen Bahasa Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM), baru-baru ini meluncurkan program peer-mentoring (mentor sejawat) yang dirancang untuk meningkatkan prestasi akademis dan kewarasan mahasiswa.
Program ini telah sampai di pertemuan keempat pada 26 Januari 2024, dengan tema ‘Menjaga Keseimbangan antara Penelitian, Pribadi, dan Komunitas’.
Tim peneliti dari UM, yang terdiri atas Prof. Yazid Basthomi, Dr. Suharyadi, Rahmati Putri, dan Rida Afrilyasanti, bekerja sama dengan tim peneliti UNSW (University of New South Wales), yang terdiri atas Assoc. Prof. Hoa Nguyen, Dr. Tatik, dan Dr. Tanya Kwee, berbagi wawasan dan keahlian dalam mengimplementasikan program serupa di Australia.
Program mentoring tersebut berlangsung selama enam bulan dan terdiri atas berbagai kegiatan baik online maupun offline, yang mencakup sharing session tentang mentoring, sesi orientasi dan training, pertemuan rutin mentoring, dan kegiatan akhir program.
Sesi mentoring rutin diadakan setiap dua pekan sekali selama empat bulan. Setiap sesi terdiri dari tiga agenda, yakni lokakarya, mentoring kelompok, dan mentoring berpasangan.
Setelah lokakarya, peserta mengikuti mentoring berkelompok untuk mendiskusikan tentang topik lokakarya, berbagi tantangan yang dihadapi, dan bertukar strategi dengan peserta lainnya.
Selanjutnya, setiap pasangan mentor-sejawat diberikan kesempatan untuk secara pribadi merefleksikan rencana mereka dalam mengatasi tantangan yang berhubungan dengan topik yang dibahas.
Topik yang diangkat dalam setiap pertemuan ditentukan melalui analisis kebutuhan yang dilakukan sebelum peluncuran program. Topik-topik tersebut melibatkan berbagai aspek kritis dari studi doktoral seperti kebiasaan mahasiswa yang efektif, menjaga kesehatan fisik dan mental mahasiswa doktoral, mencapai keseimbangan hidup, membina komunikasi efektif dengan pembimbing, strategi untuk mempertajam topik dan pertanyaan penelitian, serta membangun koneksi dan penelitian bersama. Setiap sesi menampilkan pembicara yang berbeda, yang terdiri atas mahasiswa terbaik, psikolog klinis, ahli gizi, dan peneliti dari kedua institusi, UM dan UNSW.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh universitas untuk meningkatkan kemampuan akademis dan meningkatkan publikasi ilmiah, penanggulangan kesejahteraan fisik dan mental mahasiswa masih belum mendapat perhatian yang cukup.
Prof. Yazid, selaku ketua peneliti, menyatakan, “Berdasarkan studi awal yang kami dilakukan di berbagai program doktoral di Universitas Negeri Malang, kami mengidentifikasi bahwa mahasiswa tahun pertama sering mengalami penurunan kesehatan fisik dan mental. Gejala yang dirasakan meliputi kelelahan, kecemasan yang mengakibatkan perubahan pola tidur, kebiasaan makan, hingga sakit dan rawat inap.”
Sayangnya, masalah ini belum mendapatkan perhatian yang memadai dari institusi maupun mahasiswa. Prof. Yazid menekankan, “Wawancara kami dengan mahasiswa menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung menganggap remeh tantangan ini. Mahasiswa memandang studi doktoral sebagai sesuatu yang sulit. Mereka menganggap bahwa kalau tidak sulit maka tidak pantas mendapatkan gelar doktoral. Di antara bagian dari kesulitan itu adalah mengorbankan kesehatan dan kewarasan. Melalui program mentoring, kami bertujuan untuk mengubah kesalahan pemahaman tersebut.”
Tantangan yang dihadapi oleh mahasiswa berasal dari berbagai faktor. Pertama, faktor personal memainkan peran signifikan, mencakup berbagai peran yang dijalani mahasiswa dalam keluarga, studi, dan pekerjaan.
Kedua, studi doktoral memang melibatkan penelitian dan penulisan yang intensif, sehingga menyebabkan mahasiswa mengalami kelelahan dan kesulitan. Tuntutan untuk bekerja secara mandiri membuat mahasiswa merasa sendiri, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan emotivasi, dan tidak fokus karena terganggu oleh berbagai kegiatan lainnya.
Terakhir, struktur kurikulum dan kebijakan pemerintah yang menekankan output publikasi juga turut berkontribusi pada kesulitan yang dihadapi mahasiswa.
Jika masalah ini tidak ditangani, mahasiswa tidak termotivasi untuk melanjutkan studinya, tidak bisa menyelesaikan studi sesuai tenggat waktu yang ditentukan, atau benar-benar meninggalkan kehidupan akademis mereka.
Ketidakjujuran akademis juga bisa terjadi ketika mahasiswa tidak memiliki kepercayaan diri atas kemampuan mereka. Keberadaan pembimbing akademis tidak lantas menyelesaikan masalah. Dalam beberapa kasus, mahasiswa merasa sulit untuk mengungkapkan masalah mereka karena hubungan kekuasaan hierarkis.
Selain itu, hubungan yang kurang harmonis dan hambatan komunikasi karena perbedaan budaya dan faktor lain dapat memperburuk masalah, dan meningkatkan stres pada mahasiswa.
Dalam program mentoring tersebut, mahasiswa memiliki komunitas yang dapat saling membantu. Mahasiswa tahun pertama dipasangkan dengan rekan sejawat mereka atau mahasiswa tahun kedua untuk bersama-sama mengatasi tantangan yang mereka hadapi.
Selain itu, program ini bertujuan untuk memfasilitasi pembentukan komunitas akademis yang kuat yang saling mendukung anggotanya dalam meningkatkan prestasi akademis serta kesejahteraan mental dan fisik.
Laporan: Redaksi