Jakarta (Indonesia Window) – Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengatakan presidensi G20 Indonesia membuka peluang bagi sektor pertanian di Tanah Air untuk memperluas akses ke pasar global.
“Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 dapat digunakan untuk mendorong sistem perdagangan global yang adil dan inklusif, termasuk melalui pengurangan hambatan non-tarif yang selama ini menjadi hambatan pasar bagi petani maupun UMKM, serta mendorong perbaikan sistem pangan pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan melalui penguatan petani dan UMKM,” kata Felippa di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, Indonesia perlu memanfaatkan momentum presidensi G20 untuk mendorong partisipasi petani dan UMKM sektor pangan dan pertanian menuju pasar global.
Petani dan UMKM di sektor pangan dan pertanian berperan penting dalam pemulihan ekonomi, namun saat ini masih kalah bersaing dengan negara lain, imbuhnya.
Kuantitas dan kualitas produksi petani lokal serta pengolahan pascapanen di Indonesia dinilai masih menjadi tantangan.
Felippa menjabarkan beberapa hal yang menjadi tantangan antara lain adalah keterbatasan lahan, kesulitan mengakses input pertanian yang menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan akan benih atau pupuk yang terjangkau, serta produktivitas yang rendah.
Budaya riset dan pengembangan juga masih kurang sehingga transfer inovasi, teknologi dan pengetahuan masih rendah, tambahnya.
“Keberadaan sistem pendukung juga belum memadai, misalnya penyimpanan dan pengolahan, pengeringan atau rantai dingin untuk perishable item (produk tak tahan lama) seperti buah dan sayuran,” kata Felippa.
Keterbatasan tersebut, lanjut dia, masih ditambah dengan kesulitan untuk memenuhi standar internasional terkait keamanan pangan, kualitas dan keberlanjutan, yang salah satunya disyaratkan oleh Uni Eropa.
Di sisi lain, tantangan eksternal muncul dari hambatan non-tarif perdagangan, tuturnya.
“Sebanyak 96 persen sektor pertanian, peternakan, dan perikanan adalah pelaku UMKM. Jadi salah satu kunci pemulihan ekonomi adalah dengan memulihkan UMKM,” kata Felippa.
CIPS merekomendasikan agar petani dan UMKM diberikan akses lebih luas untuk terlibat dalam rantai nilai guna meningkatkan daya saing. Selain itu, mereka juga diharapkan bisa memasok bahan baku ke industri baik midstream maupun downstream, atau ke pasar ekspor.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengurangi halangan akses pasar dalam bentuk hambatan non-tarif, karena hal ini dinilai menambah biaya transaksi perdagangan yang lebih memberatkan UMKM dan membatasi akses ke input pertanian yang berkualitas.
CIPS merekomendasikan agar pemerintah melakukan beberapa reformasi kebijakan untuk memperkuat dukungan pada pertanian berkelanjutan, melalui realokasi subsidi pertanian ke kegiatan riset dan teknologi.
Laporan: Redaksi