Jakarta (Indonesia Window) – Kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Iran telah menghasilkan nilai 106,4 juta dolar AS selama Januari-September 2019.
Dari nilai tersebut Indonesia menikmati surplus sebesar 85,6 juta dolar AS, demikian pemaparan Duta Besar Indonesia untuk Iran, Octavino Alimudin pada Forum Promosi Perdagangan Indonesia yang diselenggarakan oleh organsisai promosi perdagangan Iran (ITPO) di Tehran pada Selasa (31/12).
Dalam kesempatan tersebut duta besar menerangkan bahwa nilai perdagangan antara Indonesia dan Iran lebih tinggi dibandingkan dengan nilai dagang negeri Persia itu dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.
Sementara itu, impor Iran ke Indonesia mencapai 18,9 juta dolar AS, demikian dikutip dari situs jejaring Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Kamis.
Menurut Duta Besar Octaviano, sejumlah komoditi prospektif dari Iran antara lain gas LPG, kurma, kacang pistachio, obat obatan, alat kesehatan, dan baja.
Sedangkan komoditi prospektif dari Indonesia di antaranya kopi, teh, tekstil, garmen, obat obatan dan kertas.
Bagi Iran, Indonesia adalah pasar yang besar dengan 260 juta penduduk dan hub di kawasan Asia Tenggara.
Preferential Trade Agreement (PTA)
Meskipun Indonesia dan Iran menikmati kerja sama perdagangan yang meningkat, masih ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan oleh kedua negara, yakni sistem pembayaran, transportasi, risiko bisnis dan kebijakan pembatasan impor untuk produk yang telah dapat diproduksi di Iran.
Karenanya, kedua negara akan menyelesaikan negosiasi Preferential Trade Agreement (PTA) serta meningkatkan promosi dan memfasilitasi produk ekspor kedua negara.
Preferential Trade Agreement Indonesia-Iran memungkinkan pengurangan tarif masuk produk Indonesia ke Iran dan sebaliknya, tetapi tidak dengan menghapuskannya sepenuhnya.
Beberapa produk Indonesia yang beredar di pasar Iran adalah kopi, kopi instan, sabun, biskuit, cairan pembersih lantai, minyak kelapa sawit, kertas, permen, dan pengharum ruangan.
Preferential Trade Agreement di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) merupakan preferensi perdagangan unilateral. Hal ini termasuk skema Generalized System of Preferences di mana negara-negara maju memberikan tarif preferensi terhadap impor dari negara-negara berkembang.
Laporan: Redaksi