Popularitas es krim China di Indonesia terutama disebabkan oleh harganya yang murah, menawarkan alternatif es krim murah dan enak bagi kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah di Indonesia, yang selama ini hanya memiliki pilihan merek es krim mahal yang kebanyakan berasal dari luar negeri.
Jakarta (Xinhua) – Virna, seorang ibu rumah tangga di Jakarta, hampir setiap pekan mengunjungi gerai es krim Wedrink di daerah Kebayoran, Jakarta Selatan, usai menjemput anaknya pulang sekolah. Harga terjangkau dan tempat yang nyaman menjadi alasan dirinya kerap menyambangi gerai waralaba es krim asal Kota Zhengzhou, China, itu yang kini mempunyai ratusan gerai di Indonesia.
Virna paling sering memesan es krim rasa vanila yang dicampur boba dengan harga satuannya 16.000 rupiah, bahkan untuk es krim yang menggunakan cone, harganya tak sampai 10.000 rupiah. Harga itu tentu jauh lebih murah dibandingkan es krim yang dijual di beberapa restoran makanan cepat saji.
“Bagi masyarakat seperti saya, ini termasuk murah, dan saya suka rasa es krimnya,” ujar Virna saat ditemui sedang menikmati es krim bersama anak dan keponakannya.
Biasanya, Virna singgah ke gerai Wedrink di daerah Kebayoran setelah menjemput anaknya pulang sekolah yang jaraknya hanya sekitar 700 meter. Lokasi gerai es krim langganannya itu juga cukup strategis, yakni di pinggir jalan menuju rumahnya.
Wedrink merupakan pendatang baru di antara sejumlah nama gerai waralaba es krim asal China yang masuk ke Indonesia dan kini sudah berkembang pesat hingga memiliki ratusan gerai.
Mixue, salah satu merek lainnya, mungkin lebih dikenal di kalangan masyarakat karena sempat viral di media sosial dengan julukan ‘Pencatat ruko kosong’. Julukan itu merujuk pada ekspansi besar-besaran Mixue di banyak tempat di Indonesia, yang telah memiliki sekitar 2.000 gerai dengan logo khasnya berupa snow king berjubah merah dan membawa tongkat cone es krim.
Saat awal pembukaannya, gerai es krim yang juga berasal dari Kota Zhengzhou itu sempat ramai diserbu masyarakat hingga harus mengantre hanya untuk memesan satu gelas es krim saja, meskipun kondisinya saat ini mulai normal.
Ave, seorang karyawan swasta di Jakarta, merupakan salah satu pelanggan setia merek tersebut. Dalam sebulan, dirinya hingga dua atau tiga kali menikmati es krim rasa vanila dengan tambahan boba manis yang menjadi menu favoritnya, dengan harga 16.000 rupiah per gelas.
Selain harganya yang murah, Ave menyukai es krim Mixue karena gerainya mudah ditemui, hanya perlu berjalan kaki sekitar 5 menit dari rumahnya. Selain itu, cuaca Jakarta yang cukup terik beberapa bulan terakhir membuatnya makin sering mencari hidangan dengan sensasi dingin.
Selain Mixue dan Wedrink, gerai es krim China lainnya yang mulai dikenal di Indonesia adalah Bingxue. Gerai ini merupakan jaringan gerai es krim dan teh asal Kota Jinan, Provinsi Shandong, China timur, meski belum diketahui dengan pasti jumlah gerainya di Indonesia.
Yuswohady, seorang ahli pemasaran yang juga mantan sekretaris jenderal Asosiasi Pemasaran Indonesia (Indonesia Marketing Association/IMA), menyebut popularitas waralaba es krim China di Indonesia terutama disebabkan oleh harganya yang murah. Mixue dan gerai lainnya menawarkan alternatif es krim murah dan enak bagi kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah di Indonesia, yang selama ini hanya memiliki pilihan merek es krim mahal yang kebanyakan dari luar negeri.
“Mixue dan gerai serupa lainnya berhasil menciptakan budaya baru makan es krim, khususnya bagi kelompok berpenghasilan menengah ke bawah, walaupun tentu saja tidak dilakukan setiap hari. Itulah yang menurut saya bisa menjadikan bisnis gerai es krim China bisa berkelanjutan di Indonesia,” kata Yuswohady.
Selain itu, pembukaan gerai secara masif di banyak tempat juga didorong oleh promosi di media sosial yang memicu rasa penasaran banyak orang. Di TikTok misalnya, tagar #mixueindonesia sudah mendapat lebih dari 2 miliar kali penayangan, #wedrinkindonesia hampir 15 juta kali, dan #bingxueindonesia hampir 1 juta kali penayangan.
Meski demikian, popularitas Mixue dan gerai sejenisnya kini disebut-sebut mulai mengalami ‘rasionalisasi’, artinya ekspansi besar-besaran mungkin tidak akan terjadi lagi namun tetap tumbuh menyesuaikan ukuran permintaan yang sesungguhnya.
Gerai Mixue di dekat Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, biasa dikunjungi sekitar 200 pelanggan pada hari kerja, yang kebanyakan adalah pelajar dan karyawan perkantoran. Pada hari libur, pelanggannya bisa lebih banyak lagi. Meski tidak lagi seramai awal pembukaan, pelanggan Mixue tetap cukup banyak karena berada di lokasi strategis di dekat kawasan perkantoran, pertokoan, pasar, dan sekolah.
Laporan: Redaksi