Jakarta (Indonesia Window) – Terkuncinya aktivitas masyarakat China untuk mengurangi penyebaran virus Corona baru mengakibatkan dampak tak terduga dengan menurunnya polusi udara secara drastis.
Badan Antariksa Amerika Serikat NASA menyatakan pada Sabtu (29/2) bahwa pihaknya telah melihat “penurunan yang signifikan” dalam nitrogen dioksida berbahaya di China hingga Februari, demikian Business Insider yang dikutip di Jakarta, Ahad.
Laporan tersebut menjelaskan bahwa nitrogen dioksida dikeluarkan oleh pembakaran bahan bakar, mobil, pembangkit listrik, dan mesin konstruksi yang memperburuk pernapasan dan bisa menyebabkan asma.
Kota-kota China berada di peringkat paling tercemar di dunia, dengan Hotan dan Kashgar di 20 besar menurut laporan IQAir.
NASA menerbitkan citra satelit pada Sabtu (29/2) yang menunjukkan kadar nitrogen dioksida di China sebelum dan setelah negara itu mulai memberlakukan penguncian pada 23 Januari 2020.
Gambar tersebut juga menunjukkan penurunan drastis dalam polutan di sekitar Wuhan, yang menjadi sumber wabah dan merupakan kota pertama yang dikarantina.
Data tersebut berasal dari satelit Sentinel-5 Badan Antariksa Eropa (ESA), dan data serupa berasal dari satelit Aura NASA.
Fei Liu, seorang peneliti kualitas udara di NASA, mengatakan, “Ini adalah pertama kalinya saya melihat penurunan dramatis di area seluas itu untuk peristiwa tertentu.”
Seringkali ada penurunan polusi di China pada sekitar perayaan dan acara tertentu seperti saat saat Tahun Baru Imlek pada akhir Januari dan awal Februari di mana pabrik dan bisnis lainnya tutup.
Peristiwa besar lainnya adalah Olimpiade Beijing yang menyebabkan penurunan pencematan, namun tingkat polusi udara dengan cepat naik kembali.
NASA menyatakan penurunan tahun ini lebih besar dari biasanya.
“Tahun ini, tingkat pengurangan lebih signifikan dari pada tahun-tahun sebelumnya dan itu telah berlangsung lebih lama,” kata Liu. “Saya tidak terkejut karena banyak kota di seluruh negeri telah mengambil tindakan untuk meminimalkan penyebaran virus.”
Para peneliti mengatakan tingkat nitrogen dioksida rata-rata 30 persen lebih rendah dari biasanya, dibandingkan dengan rata-rata 10 persen lebih rendah selama periode yang sama antara 2005 dan 2019. Mereka menambahkan tidak ada rebound biasa setelah Tahun Baru Imlek.
Dalam sebuah analisis yang diterbitkan pada Februari, CarbonBrief memperkirakan bahwa virus Corona elah mengurangi emisi karbon China sebesar 25 persen.
Sejauh ini China adalah wilayah yang paling terdampak oleh wabah virus corona baru yang dikenal dengan COVID-19, dengan hampir 79.986 kasus dan lebih dari 2.873 kematian.
Secara global, ada sekitar 86.927 kasus dan hampir 3.000 kematian di lebih dari 56 negara.
Laporan: Redaksi