Banner

Provinsi Yunnan di China implementasikan regulasi perlindungan pohon teh kuno

Foto dari udara yang diabadikan pada 9 Desember 2022 ini menunjukkan perkebunan teh di tengah lautan awan di Wilayah Otonom Etnis Wa Cangyuan di Kota Lincang, Provinsi Yunnan, China barat daya. (Xinhua/Jiang Wenyao)

Pohon teh kuno di Provinsi Yunnan tercatat sekitar 20 juta batang, menjadikan daerah ini sebagai penghasil teh yang penting di China.

 

Kunming, China (Xinhua) – Provinsi Yunnan di China barat daya baru-baru ini meluncurkan serangkaian regulasi yang ditujukan untuk melindungi pohon teh kuno di provinsi itu. Regulasi tersebut akan efektif berlaku mulai 1 Maret, sesuai pengumuman yang disampaikan oleh otoritas setempat.

Sebanyak 30 regulasi telah ditetapkan dengan fokus pada penanganan berbagai masalah mengenai perlindungan, pengelolaan, penelitian, dan pemanfaatan pohon teh liar dan pohon teh hasil budidaya yang berumur lebih dari 100 tahun, menurut konferensi pers yang diadakan oleh Komite Tetap Kongres Rakyat Provinsi Yunnan pada Senin (27/2).

Regulasi tersebut membuat ketentuan untuk perlindungan ilmiah siklus penuh atas sumber daya, pengelolaan pertumbuhan, perlindungan lingkungan, transplantasi, pemanfaatan dan pembuangan plasma nutfah teh kuno.

Sebagai daerah penghasil teh yang penting, Yunnan memiliki sumber daya pohon teh kuno yang besar. Survei awal menunjukkan bahwa terdapat sekitar 20 juta pohon teh kuno di seluruh provinsi tersebut.

Banner

Teh telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya China sejak zaman kuno, dengan rakyatnya yang menanam, memanen, mengolah, dan menikmati cita rasanya selama berabad-abad.

China menjadi rumah bagi enam kategori teh yang berbeda, yaitu teh hijau, teh kuning, teh gelap (atau teh pascafermentasi), teh putih, teh oolong, dan teh hitam. Terdapat lebih dari 2.000 produk teh di China, termasuk varietas teh yang diproses ulang, seperti teh beraroma bunga.

Pada 2022, teknik pembuatan teh tradisional China dimasukkan dalam Daftar Perwakilan Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan