Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Walau siang itu sinar matahari cukup menyengat ubun-ubun, wajah Wilda Yanti, seorang praktisi bank sampah, sumringah.
Pasalnya saat itu ada satu keluarga yang mengantarkan sampah ke tempat pengelolaah sampah di kawasan Sentul City, Bogor dengan kendaraan pribadi mereka.
Tak hanya itu yang membuat hati Wilda berbunga-bunga, kantong-kantong sampah yang dikeluarkan dari bagasi mobil mereka telah dipilah menurut jenis dan bahan limbah.
Botol-botol minuman kemasan plastik bahkan telah dipisahkan tutup, label, leher botol atau slopan, dan tubuh botol. Masing-masing ditaruh dalam wadah yang berbeda. Demikian juga dengan botol kaca, kemasan minuman gelas plastik, kertas, bekas kardus, dan kemasan-kemasan plastik lainnya.
“Wah, keren sekali…,” seru Wilda yang merupakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Sampah Indonesia (Asobsi) itu.
Pilah sampah
Wilda mengaku sangat senang melihat perilaku masyarakat yang tertib dalam mengelola sampah, seperti memilah sampah sejak di rumah sebelum dibuang ke tong sampah atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dia mengatakan kebiasaan memilah sampah di rumah berdasarkan jenisnya – organik dan anorganik – belum jamak di masyarakat.
“Padahal banyak keuntungan dari memilah sampah di rumah,” tuturnya, seraya menjelaskan bahwa membuang sampah yang telah dipilah membantu pemerintah atau pihak terkait dalam mengelola sampah dalam hal waktu, tenaga, dan tentu saja akan menekan biaya.
Namun demikian, biaya pengelolaan sampah yang telah dipenuhi sering kali menjadi alasan keengganan masyarakat untuk terlibat dalam memelihara lingkungan mereka sendiri.
Wilda menjelaskan sampah yang tidak dipilah di rumah bisa menyebabkan lingkungan sekitar menjadi tidak sehat dengan merebaknya bau tidak sedap dari sampah organik yang membusuk dan tercampur dengan limbah lainnya.
Selain itu, sampah yang dibuang sembarangan, misalnya minyak jelantah yang sering dibuang begitu saja ke saluran air atau sisa kemasan plastik yang tidak terurai di dalam tanah, dapat menurunkan kualitas air tanah di sekitar rumah.
“Kami masih terus melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat tentang memilah sampah dari rumah. Sebenarnya manfaatnya sangat besar dan langsung berdampak bagi masyarakat,” jelasnya.
Bank sampah
Upaya mengelola sampah sekaligus memelihara lingkungan hidup adalah kerja komunal yang sangat membutuhkan partisipasi masyarakat.
Wilda mengatakan salah satu upaya untuk mengurangi biaya pengelolaan sampah adalah dengan bank sampah di mana masyarakat dapat dapat berpartisipasi aktif mulai dari mengumpulkan, memilah dan memanfaatkan limbah rumah tangga di rumah hingga mengantarkan residu (sisa sampah yang tak dapat diolah lebih lanjut) ke petugas pengumpul sampah.
“Indonesia merupakan negara pertama yang menerapkan bank sampah di dunia. Konsepnya unik. Kita menekankan bahwa siapa yang membuat sampah, dialah yang bertanggungjawab,” tutur Wilda yang merupakan Pemimpin Eksekutif perusahaan pengelola sampah PT Xaviera Global Synergy.
Menurut dia, dengan melibatkan masyarakat dari mata rantai pertama pengelolaah sampah sejak di rumah, maka biaya untuk kegiatan tersebut dapat ditekan.
“Dengan sampah yang telah dipilah dari rumah maka kita bisa menekan biaya untuk tenaga pemilah di tempat pembuangan akhir, menyingkat waktu pengelolaan sampah karena sudah dipilah terlebih dahulu, dan mengurangi biaya untuk transportasi truk pengangkut sampah dan pekerjanya karena semakin sedikit sampah yang diangkut dari rumah,” terang Wilda.
Adapun sampah organik dapat diolah sendiri di rumah menjadi pupuk yang berguna untuk menyuburkan tanaman di sekitar lingkungan.
Bagi masyarakat yang ikut dalam bank sampah, mereka akan mendapatkan kompensasi berupa uang atau produk lainnya, seperti ikan, daging, minyak goreng, atau pupuk yang ditukarkan dengan sampah yang telah dipilah.
“Dengan demikian sirkular ekonomi terus berputar, dan gerakan bersama mengelola sampah bisa menular ke seluruh masyarakat,” tutur Wilda.
Laporan: Redaksi