Utusan AS sebut perdamaian di Timur Tengah hanya “ilusi semata” dan tidak ada yang bisa dipercaya
Perdamaian di Timur Tengah disebut sebagai “ilusi semata”, karena kawasan tersebut terjebak dalam konflik abadi dan klaim-klaim legitimasi yang saling bertentangan.
Dubai, Uni Emirat Arab (Xinhua/Indonesia Window) – Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) Tom Barrack menilai perdamaian di Timur Tengah sebagai “ilusi semata”, menyatakan kawasan tersebut sebagai wilayah yang terjebak dalam konflik abadi dan klaim-klaim legitimasi yang saling bertentangan, dalam sebuah wawancara mendalam dengan harian Uni Emirat Arab (UEA), The National.
“Saya tidak mempercayai siapa pun di Timur Tengah. Kepentingan kita tidak sejalan, termasuk Israel,” ungkap Barrack dalam komentar yang diterbitkan pada Senin (22/9). “Ketika kita berbicara tentang perdamaian, itu hanyalah ilusi semata. Perdamaian tidak pernah ada. Mungkin tidak akan pernah ada perdamaian karena semua pihak berjuang untuk memperoleh legitimasi.”
Barrack, yang juga menjabat sebagai Duta Besar (Dubes) AS untuk Turkiye, mengatakan bahwa Israel “menyerang semua pihak”, merujuk pada kebakaran sebuah kapal menuju Gaza di Tunisia yang disebut oleh otoritas setempat sebagai serangan sengaja. “Mereka menyerang Tunisia,” ujarnya, menyinggung insiden tersebut sebagai ilustrasi dari pernyataannya. Kebakaran itu melanda kapal Family, kapal terbesar dalam armada Global Sumud Flotilla, saat kapal tersebut berlabuh di dekat Tunis. Tunisia telah membuka penyelidikan, sementara Israel masih belum mengaku bertanggung jawab.
Perihal Lebanon, Barrack berpendapat bahwa bantuan militer AS ditujukan untuk menjaga stabilitas dalam negeri, bukan untuk melawan Israel. “Apakah kita akan mempersenjatai mereka (tentara Lebanon) agar mereka bisa melawan Israel? Saya rasa tidak,” paparnya. “Kita mempersenjatai mereka agar mereka bisa melawan rakyatnya sendiri.”
Ketua Parlemen Lebanon Nabih Berri pada Selasa (23/9) mengkritik keras pernyataan Barrack, menyebutnya “tidak dapat diterima, baik dari segi bentuk maupun isi”.
Wawancara Barrack dilakukan beberapa hari setelah Washington memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata tanpa syarat di Gaza, veto keenam sejak konflik dimulai. “Telah tercapai 27 gencatan senjata. Tidak satu pun yang berhasil,” sebut Barrack, seraya menekankan bahwa Israel tetap menjadi sekutu penting yang menerima miliaran dolar bantuan AS setiap tahun. Pengakuan kedaulatan Palestina oleh Inggris, Prancis, dan negara-negara lain, “tidak berguna” dan tidak membantu, lanjutnya.
Berkomentar mengenai serangan Israel terhadap pejabat Hamas di Doha pada 9 September lalu, yang memicu kemarahan Negara-Negara Teluk, Barrack mengatakan serangan tersebut “tidak baik” namun tidak merusak hubungan AS-Qatar. “Israel tidak menginformasikan kita sebelumnya. Namun, Qatar telah menjadi sekutu yang besar dan berharga sejak awal,” katanya.
Barrack juga sebelumnya telah menimbulkan kontroversi. Dalam sebuah konferensi pers di Beirut bulan lalu, dia meminta awak media Lebanon untuk “diam” dan mendeskripsikan perilaku mereka “seperti binatang,” sehingga memicu kecaman dari serikat jurnalis Lebanon yang menyebut pernyataan tersebut sebagai “kesombongan kolonial.” Kepresidenan Lebanon kemudian mengeluarkan pernyataan penyesalan.
Seorang investor miliarder sekaligus sekutu lama Presiden AS Donald Trump, Barrack dilantik sebagai Dubes AS untuk Turkiye pada awal tahun ini dan ditunjuk sebagai utusan khusus Washington untuk Suriah.
Laporan: Redaksi

.jpg)








