Penyebaran penyakit mpox di Afrika yang sangat cepat mendorong Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyerukan dukungan internasional bagi benua itu dalam penanganan wabah yang sedang berlangsung.
Johannesburg, Afrika Selatan (Xinhua/Indonesia Window) – Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa pada Sabtu (17/8) menyatakan “kekhawatiran mendalam” terkait pesatnya penyebaran penyakit mpox di Afrika, seraya menyerukan dukungan internasional bagi benua itu dalam penanganan wabah yang sedang berlangsung.
Dalam kapasitasnya sebagai ketua Uni Afrika (UA) untuk Pencegahan, Kesiapan, dan Respons Pandemi (Pandemic Prevention, Preparedness, and Response/PPPR), Ramaphosa merilis pernyataan mengenai situasi terkini wabah mpox di Afrika.
“Saya sangat khawatir dengan penyebaran mpox yang cepat di beberapa daerah di Uni Afrika, dengan peningkatan signifikan dalam hal kasus infeksi dan kematian, yang menunjukkan adanya pergeseran mengkhawatirkan dalam pola epidemiologi,” ujar Ramaphosa.
Dalam pernyataan tersebut, dia mengatakan bahwa sejak 2024, sebanyak 17.541 kasus dan 517 kematian akibat penyakit mpox telah dilaporkan di 13 negara anggota UA.
“Pekan ini, tambahan tiga negara melaporkan sejumlah kasus yang sedang diperiksa untuk mendapatkan konfirmasi. Penambahan itu dapat meningkatkan jumlah keseluruhan (negara yang melaporkan kasus mpox) menjadi 16 negara. Yang mengkhawatirkan, jumlah kasus yang dilaporkan pada 2024 telah melonjak 160 persen dibanding periode yang sama pada 2023,” tambahnya.
Sang presiden mengatakan bahwa sebagai ketua PPPR, dia mendukung penuh direktur jenderal Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) Afrika dalam mendeklarasikan mpox sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Mengancam Keamanan Benua (Public Health Emergency of Continental Security/PHECS), seraya menambahkan bahwa “keputusan penting ini mendorong CDC Afrika untuk memimpin dan mengoordinasikan upaya respons darurat gabungan kami, memperkuat respons mpox di setiap level, mulai dari keterlibatan masyarakat hingga kolaborasi dengan otoritas politik tertinggi dan mitra internasional kami.”
Ramaphosa juga menyambut baik deklarasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan mpox sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC). Namun, dia menekankan bahwa PHEIC kali ini harus berbeda dan mengoreksi perlakuan tidak adil dari deklarasi sebelumnya pada 2022, di mana vaksin dan pengobatan dikembangkan dan disediakan sebagian besar untuk negara-negara Barat, dengan hanya sedikit dukungan yang diberikan kepada Afrika.
“Saya menyerukan kepada WHO dan semua mitra untuk berkolaborasi secara erat dengan CDC Afrika guna memastikan bahwa PHEIC ini mendatangkan dukungan yang tepat dari masyarakat internasional, menjamin akses yang adil terhadap penanggulangan medis, termasuk diagnostik, pengobatan, dan vaksin,” ujar Ramaphosa.
“Saya mendesak masyarakat internasional, mitra, dan organisasi guna memobilisasi persediaan vaksin dan penanggulangan medis lainnya untuk digunakan di Afrika, dengan memanfaatkan mekanisme yang ditetapkan oleh CDC Afrika demi memastikan pendistribusian yang merata, (serta) transparansi dan koordinasi,” ujarnya. “Afrika membutuhkan dukungan yang kuat dalam pendanaan, penelitian, dan berbagi teknologi, dengan kontribusi keuangan yang diarahkan ke Dana Epidemi Afrika di bawah kepemimpinan CDC Afrika.”
Dia juga menyerukan agar masyarakat internasional segera memfinalisasi perjanjian pandemi yang adil dan merata, mempercepat respons Afrika, serta memastikan bahwa semua negara, terlepas dari status ekonominya, memiliki akses yang adil terhadap sumber daya itu.
Mpox merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus cacar monyet yang menyebar melalui kontak dekat, dengan gejala berupa demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, nyeri otot, ruam kulit, dan nyeri punggung.
Laporan: Redaksi