Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada dua bulan pertama tahun 2023 ini dipengaruhi oleh harga komoditas yang masih lebih tinggi dibandingkan periode Januari-Februari 2022, aktivitas ekonomi yang terus membaik, dan dampak dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Jakarta (Indonesia Window) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak sampai dengan Februari 2023 masih sangat kuat dengan realisasinya 279,98 triliun rupiah atau 16,3 persen dari target APBN 2023, tumbuh 40,35 persen.
Jumlah ini berasal dari PPh (pajak penghasilan) nonmigas sebesar 137,09 triliun rupiah, PPN (pajak pertambahan nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) sebesar 128,27 triliun rupiah, PBB (pajak bumi dan bangunan) dan pajak lainnya sebesar 1,95 triliun rupiah, dan PPh migas sebesar 12,67 triliun rupiah.
Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada dua bulan pertama tahun 2023 ini dipengaruhi oleh harga komoditas yang masih lebih tinggi dibandingkan periode Januari-Februari 2022, aktivitas ekonomi yang terus membaik, dan dampak dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Ketiganya adalah yang memberikan pertumbuhan penerimaan pajak yang sangat baik. Kita tentu tetap waspada meskipun sampai dengan Februari ini sangat bagus karena tadi situasi dunia tidak dalam kondisi yang stabil dan baik. Jadi kita harus mewaspadai,” ungkap Menkeu, dikutip dari laman Kementerian Keuangan RI, Kamis.
Pertumbuhan neto untuk jenis pajak dominan positif. PPh 21 masih kuat didukung utilisasi dan upah tenaga kerja yang menunjukkan kemampuan perusahaan memberikan tambahan pendapatan kepada pekerjanya dengan pertumbuhan penerimaannya 21,4 persen.
PPh OP (orang pribadi) meningkat 22,3 persen disebabkan pembayaran PPh Tahunan. PPh Badan tumbuh 33,8 persen ditopang tingginya pertumbuhan setoran masa terutama jasa keuangan dan asuransi.
PPN dalam negeri tumbuh baik seiring dengan peningkatan konsumsi dalam negeri dan implementasi UU HPP.
Sementara itu, PPh Final terkontraksi pada bulan Februari karena adanya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela pada tahun lalu yang tidak terulang kembali pada tahun ini, serta PPh 22 dan PPN impor melambat pada bulan Februari sejalan dengan aktivitas impor yang menurun dibandingkan Januari.
Selain itu, pertumbuhan neto untuk seluruh sektor utama juga tumbuh positif. Sektor industri pengolahan tumbuh dengan kontribusi terbesar dari industri kendaraan bermotor dan pengilangan minyak bumi.
Sektor perdagangan tumbuh dengan kontribusi terbesar perdagangan mesin, peralatan, dan perlengkapan lainnya.
Sektor jasa keuangan tumbuh kuat didorong peningkatan suku bunga dan penyaluran kredit perbankan.
Sektor pertambangan berkinerja baik karena masih terjaganya harga komoditas terutama batu bara.
Sektor konstruksi dan real estat mengalami pertumbuhan lonjakan yang tinggi sebesar 37,5 persen yang menggambarkan kegiatan yang punya multiplier efek paling besar dari sisi penciptaan kesempatan kerja.
Sektor transportasi dan pergudangan dengan kegiatan masyarakat yang mulai menggeliat, lonjakannya sangat tinggi mencapai 60,5 persen.
“Jadi ini sektor yang tadinya kena scarring effect, sekarang menggeliat pulih luar biasa,” pungkasnya.
Laporan: Redaksi