Jakarta (Indonesia Window) – Hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa minyak sawit terbukti lebih efisien dalam penggunaan lahan dan hasil panen dibandingkan minyak nabati lain, seperti canola/rapeseed, biji bunga matahari, biji jagung, dan biji kedelai.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Universitas Negeri Padang (Sumatera Barat) menggunakan Computable Equilibrium Model (CGEs) dalam aplikasi Global Trade Analysis Project (GTAP).
Pernyataan dari Kemlu yang diterima di Jakarta menyebutkan, penelitian tersebut merupakan bagian dari kampanye positif tentang minyak kelapa sawit, dan disampaikan pada seminar daring bertema “Diplomasi Indonesia dalam Memajukan Minyak Nabati Bagi Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” pada Senin.
Penelitian tersebut juga menegaskan bahwa sari sisi lingkungan, minyak sawit terbukti efisien karena sangat sedikit menggunakan pestisida yang merusak lingkungan.
Bahkan minyak sawit Indonesia memenuhi 12 dari 17 pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Sementara itu, dari aspek sosial, sektor industri sawit di Indonesia telah membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan taraf hidup para petani kelapa sawit.
Hasil penelitian juga merekomendasikan agar pendekatan komunikasi strategis yang holistik dilakukan untuk memerangi kampanye hitam melawan minyak kelapa sawit dengan mempertimbangkan profil, demografi, dan persepsi publik dari masing-masing negara sasaran.
Penelitian tersebut merupakan diplomasi sawit yang dilakukan oleh Indonesia untuk membuka dan menjamin akses pasar bagi minyak kelapa sawit nasional.
Pendekatan diplomasi dilakukan ke negara-negara tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit, seperti India dan China.
Minyak nabati sawit merupakan salah satu produk unggulan Indonesia di pasar dunia.
Pada tahun 2019, Indonesia memproduksi 37.4 juta metrik ton minyak kelapa sawit dengan nilai ekspor mencapai 23 miliar dolar AS.
Laporan: Redaksi