Banner

Penelitian dukung industri kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Pekan Riset Sawit Indonesia yang diselenggarakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) secara virtual di Jakarta, Rabu (17/11/2021). (BPDPKS)

Jakarta (Indonesia Window) – Penelitian dan pengembangan harus terus dilakukan guna membangun industri kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Pekan Riset Sawit Indonesia yang diselenggarakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) secara virtual di Jakarta, Rabu (17/11).

Menurut dia, peran riset dan pengembangan serta pemanfaatan teknologi sangat penting dalam meningkatkan posisi tawar negara.

Kelapa sawit berkontribusi 15,6 persen dari total ekspor non-migas dan menyumbang sekitar 3,5 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional.

Airlangga berharap riset industri sawit menitikberatkan pada tiga pilar utama. Pertama, aspek penguatan, aspek pengembangan, serta aspek peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri sawit yang bersinergi dari hulu hingga hilir.

Pilar kedua adalah terkait dengan konsolidasi data, produktivitas, peningkatan kapasitas dan teknologi di pabrik kelapa sawit, serta pemberdayaan petani sawit.

Banner

Pilar ketiga adalah pengembangan pasar domestik dengan menggunakan bahan bakar nabati, serta riset di bidang pengembangan biodisel 100 dan avtur.

“Industri sawit ini selain mendorong kemandirian energi, mengurangi emisi gas, juga mengurangi impor solar atau diesel sebesar 38 triliun rupiah di tahun 2020. Sedangkan tahun 2021 dengan program B30 diperkirakan terjadi penghematan devisa sebesar 56 triliun rupiah rupiah,” jelas Menko Perekonomian.

Program mandatori biodiesel B30 juga mendorong stabilitas harga sawit dan membuat sawit masuk dalam supercycle dengan harga 1,283 dolar AS per ton.

Selain itu, sawit juga memberikan nilai tukar kepada petani dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang juga relatif paling tinggi selama periode ini, yaitu antara 2.800 rupiah sampai 3.000 rupiah per TBS.

Menko Airlangga mengatakan riset dan pengembangan membutuhkan kerja sama antarlembaga baik pemerintah, industri, serta para pemangku kepentingan terkait.

“Riset dan pengembangan harus terus dilakukan guna mewujudkan sawit Indonesia yang berkelanjutan dan fokus pada isu-isu yang impactful dan juga berkesinambungan,” tuturnya.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan