Pemodelan iklim berbasis AI yang dinamai ‘FuXi-Subseasonal’ secara signifikan meningkatkan kemampuan dalam memprediksi fenomena atmosferis Osilasi Madden-Julian (Madden-Julian Oscillation/MJO), dengan memperluas kemampuan prediksi MJO dari 30 menjadi 36 hari.
Shanghai, China (Xinhua) – Para ilmuwan baru-baru ini berhasil mengembangkan sebuah model baru untuk prakiraan cuaca submusiman menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Model baru ini, yang dinamai ‘FuXi-Subseasonal’ dan dikembangkan oleh tim ilmuwan dari Akademi Kecerdasan Buatan untuk Ilmu Pengetahuan Shanghai, Universitas Fudan, dan Pusat Iklim Nasional China, mewakili kemajuan signifikan dalam pemodelan iklim berbasis AI dengan rentang prakiraan yang diperluas hingga 42 hari.
Model baru ini diluncurkan pada Jumat (8/12) di Paviliun China dalam sesi ke-28 Konferensi Para Pihak dalam Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (COP28) yang sedang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab, ungkap Universitas Fudan.
Menurut para ilmuwan, anomali submusiman secara signifikan berkontribusi pada peristiwa iklim yang berdampak tinggi, sehingga meningkatkan kemampuan prediksi pada skala waktu tersebut merupakan persyaratan mendesak untuk memajukan ilmu iklim.
Model baru ini mengintegrasikan arsitektur pengubah dengan sampel acak terpandu (guided random sample) dalam ruang laten untuk memperhitungkan ketidakpastian yang mendasari prediksi submusimanan. Dengan demikian, model ini dapat menghasilkan prakiraan dengan akurasi yang lebih tinggi daripada prakiraan Pusat Eropa untuk Prakiraan Cuaca Jangka Menengah (European Centre for Medium-Range Weather Forecasts/ECMWF), kata Qi Yuan, direktur Akademi Kecerdasan Buatan untuk Ilmu Pengetahuan Shanghai yang juga profesor di Universitas Fudan.
Menurut Qi, model baru ini mengatasi berbagai kendala terkait kondisi awal yang tidak akurat dan sinyal pemaksaan eksternal (external forcing signal) yang tidak memadai pada skala waktu submusiman dan mengatasi kesenjangan yang mencolok dalam prakiraan cuaca.
“Pencapaian ini menjawab tantangan teknis yang telah lama ada dalam penelitian perubahan iklim. Pencapaian ini menawarkan potensi untuk penilaian yang lebih tepat waktu dan akurat terhadap risiko terkait iklim,” tutur Qi.
Selain itu, model baru ini juga secara signifikan meningkatkan kemampuan dalam memprediksi fenomena atmosferis Osilasi Madden-Julian (Madden-Julian Oscillation/MJO), dengan memperluas kemampuan prediksi MJO dari 30 menjadi 36 hari.
“Prediksi MJO yang akurat sangat penting bagi perencanaan pertanian, kesiapsiagaan bencana dan mitigasi risiko, serta penelitian iklim jangka panjang,” tambah Qi.
Melalui prakiraan submusiman untuk proses cuaca besar, seperti panas yang intens, pendinginan yang parah, dan curah hujan yang lebat, “FuXi-Subseasonal” dapat mencapai tingkat presisi yang tinggi yang tidak dapat dicapai oleh metode teknis tradisional, kata Qi.
Seiring dengan kemajuan yang dicapai dengan kemampuan AI-nya yang canggih, model ini pasti akan membuat kemajuan signifikan dalam mengatasi spektrum tantangan yang lebih luas terkait iklim, sehingga memberikan kontribusi pada pemberdayaan pengembangan energi terbarukan, pembangunan sistem tenaga listrik jenis baru, pemastian ketahanan pangan pertanian, serta pencapaian transformasi sosial-ekonomi yang berkelanjutan, lanjut Qi.
Dunia perlu menemukan jalur inovasi teknologi yang lebih efektif untuk mengatasi risiko iklim global yang makin parah. AI memiliki potensi yang luar biasa dalam manajemen risiko perubahan iklim, kata Wu Libo, seorang profesor di Universitas Fudan.
“Dengan teknologi canggih seperti ini, kita dapat mengatasi risiko perubahan iklim secara lebih baik,” ujarnya.
Laporan: Redaksi