Jakarta (Indonesia Window) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun skema insentif berupa biaya penggantian (reimbursement cost) untuk kegiatan eksplorasi dan pengembangan infrastruktur panas bumi lainnya.
Skema tersebut betujuan meningkatkan iklim investasi panas bumi di tanah air, mengingat pengembangan listrik dari sumber energi terbarukan ini berisiko dan membutuhkan biaya investasi yang tinggi.
Pemberian kompensasi bertujuan agar harga jual listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) lebih terjangkau, kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, F.X. Sutijastoto dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, salah satu kendala pengembangan sektor panas bumi adalah harga jual listrik yang belum ekonomis.
“Insentif dan kompensasi membuat harga EBT di masyarakat terjangkau, namun aspek ekonomi bagi pengembang belum tercapai,” jelas Sutijastoto.
Kementerian ESDM memproyeksikan bila aturan mengenai insentif dan kompensasi diterapkan, maka akan ada penurunan harga listrik dari panas bumi sekitar 2,5 hingga 4 sen dolar AS (sekitar 3.672 rupiah – 5.875 rupiah) per kilo Watt hour (kWh).
Aturan tersebut akan masuk dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pembelian listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Nantinya, pemerintah akan mengembalikan biaya operasi yang telah dikeluarkan oleh pengembang dalam kegiatan eksplorasi wilayah kerja panas bumi.
Guna memantau proses pengembalian biaya kompenasasi eksplorasi panas bumi agar berjalan dengan lancar, Direktorat Jenderal EBTKE akan membentuk tim pengawasan dan pengolahan bersama Badan Geologi dan unsur profesional seperti perguruan tinggi.
“Untuk mengawasi, kita ada tim teknis dari Ditjen EBTKE, Direktorat Panas Bumi bekerja sama dengan Badan Geologi. Nanti kita juga didukung tenaga ahli profesional dari perguruan tinggi setempat, misalnya UI (Universitas Indonesia), ITB (Institut Teknologi Bandung),” terang Sutijastoto.
Menurut dia, usulan insentif untuk pengembangan listrik EBT secara umum dan kompensasi eksplorasi bagi listrik panas bumi telah mendapatkan lampu hijau dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
“Alhamdulillah kita sudah berkomunikasi dengan Kemenkeu, BKF sudah memberikan green light untuk insentif ini,” tuturnya.
Dana insentif biaya eksplorasi ini akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Alhamdulilah untuk 2021 sudah masuk dalam pagu indikatif dan siap dilaksanakan,” kata Sutijastoto.
Saat ini, pemerintah terus melakukan percepatan pemanfaatan EBT dengan menyiapkan berbagai regulasi pendukung.
Potensi listrik EBT Indonesia sekitar 442 Gigawatt (GW) dan sejauh ini baru 2,4 persen atau 10,4 GW yang telah dimanfaatkan.
Potensi panas bumi Indonesia mencapai 23,9 Giga Watt (GW). Dari angka tersebut, 8,17 persen atau 6.494 Giga Watt hour (GWh) telah dieskploitasi hingga Mei 2020.
Laporan: Redaksi