Banner

Pekerja rumah tangga migran di Qatar alami eksploitasi dan kekerasan

Ilustrasi. Sebelum 2018, pekerja rumah tangga tidak memiliki akses ke mekanisme keluhan, tetapi ketika Qatar mendirikan Komite untuk Penyelesaian Perselisihan Tenaga Kerja, mereka akhirnya diizinkan untuk menyampaikan keluhan kepada pengadilan ini. Namun, prosesnya tetap tertunda dan terbentur masalah lainnya. (Melanie Wasser on Unsplash)

Bekasi, Jawa Barat (Indonesia Window) – Pekerja rumah tangga migran di Qatar mendapat paksaan untuk bekerja berlebihan, minim waktu istirahat, serta perlakuan kasar dan merendahkan, bahkan kekerasan seksual, menurut laporan Amnesty Internasional yang dipublikasikan pada Selasa (20/10).

Laporan yang disusun berdasarkan wawancara dengan 105 pekerja rumah tangga menginap di Qatar ini menemukan bahwa hak-hak pekerja masih dilanggar meskipun reformasi pemerintah telah dilakukan untuk meningkatkan kondisi kerja mereka.

Saat ini ada sekitar 173.000 pekerja rumah tangga migran di Qatar.

Pada tahun 2017 Qatar memperkenalkan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga, yang menetapkan batasan jam kerja, istirahat harian wajib, hari libur pekanan dan liburan berbayar.

Namun tiga tahun kemudian, 90 dari 105 wanita yang dihubungi oleh Amnesty mengatakan mereka secara teratur bekerja lebih dari 14 jam per hari; 89 secara teratur bekerja tujuh hari sepekan; dan 87 orang mengatakan paspornya disita oleh majikan mereka.

Banner

Beberapa juga melaporkan tidak dibayar dengan benar, dihina, ditampar atau diludahi.

“Pengenalan UU KDRT 2017 merupakan langkah maju perlindungan hak buruh di Qatar. Sayangnya, catatan para wanita yang kami ajak bicara memperjelas bahwa reformasi ini belum dilaksanakan atau ditegakkan dengan baik,” kata Steve Cockburn, Kepala Keadilan Ekonomi dan Sosial di Amnesty International.

“Gambaran keseluruhan adalah sistem yang terus memungkinkan pengusaha untuk memperlakukan pekerja rumah tangga bukan sebagai manusia tetapi sebagai harta,” tambahnya.

Sebelum 2018, pekerja rumah tangga tidak memiliki akses ke mekanisme keluhan, tetapi ketika Qatar mendirikan Komite untuk Penyelesaian Perselisihan Tenaga Kerja, mereka akhirnya diizinkan untuk menyampaikan keluhan kepada pengadilan ini.

Namun, prosesnya tetap tertunda dan terbentur masalah lainnya.

Sebagai pihak dari berbagai perjanjian internasional yang melarang pelanggaran hak asasi manusia termasuk pengesahan Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) baru-baru ini dan hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), Qatar berkewajiban untuk melindungi semua pekerja, termasuk pekerja rumah tangga yang tinggal dan bekerja di wilayahnya dan harus memberikan solusi ketika hak-hak itu dilanggar.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan