Banner

Media sebut 250 lebih eks pejabat Mossad desak penghentian perang Gaza dan pembebasan sandera

Anak-anak Palestina yang mengungsi terlihat di Universitas Islam Gaza (Islamic University of Gaza), yang rusak akibat pengeboman Israel, di Gaza City, pada 11 April 2025. Universitas Islam Gaza, salah satu universitas terbesar di Jalur Gaza, kini diubah menjadi tempat perlindungan bagi ratusan keluarga Palestina. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Para mantan anggota Mossad menandatangani surat yang isinya mendesak pemerintah Israel untuk segera mengakhiri perang di Jalur Gaza dan membebaskan warga Israel yang masih disandera Hamas.

 

Yerusalem, Wilayah Palestina yang diduduki (Xinhua/Indonesia Window) – Lebih dari 250 eks pejabat badan intelijen Israel, Mossad, menandatangani surat yang isinya mendesak pemerintah Israel untuk segera mengakhiri perang di Jalur Gaza dan membebaskan warga Israel yang masih disandera Hamas, demikian lapor kantor berita milik pemerintah Israel, Kan TV News, pada Ahad (13/4).

Menurut laporan itu, pihak-pihak penanda tangan surat tersebut termasuk tiga mantan kepala Mossad, yakni Danny Yatom, Efraim Halevy, dan Tamir Pardo, serta puluhan pejabat veteran lainnya di badan intelijen itu.

Para mantan anggota Mossad itu mengatakan, “Pertempuran yang terus berlanjut membahayakan nyawa para sandera dan prajurit kita, dan setiap kemungkinan harus dipertimbangkan untuk mencapai kesepakatan yang akan mengakhiri penderitaan. Kami menyerukan kepada pemerintah untuk mengambil keputusan yang berani dan bertindak secara bertanggung jawab demi keamanan negara.”

Para penanda tangan mengungkapkan dukungan bagi ratusan personel angkatan udara militer, baik yang masih aktif maupun yang telah pensiun, yang menandatangani surat serupa, menyerukan penghentian permusuhan dan pembebasan sandera.

Banner

Menyusul pemublikasian surat personel angkatan udara itu pada Kamis (10/4), Komandan Angkatan Udara Israel Tomer Bar memutuskan untuk mengakhiri masa dinas para personel cadangan aktif yang menandatangani surat itu.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung keputusan Tomer Bar dan mengecam surat itu. Dia menyebut para penanda tangan sebagai “kelompok sempalan ekstremis” yang berupaya “menghancurkan masyarakat Israel dari dalam.”

Pada Ahad yang sama, sekitar 200 dokter militer Israel menandatangani petisi dengan tuntutan yang sama, yaitu menghentikan pertempuran dan memulangkan para sandera, ungkap beberapa outlet media yang memublikasikan salinan surat itu.

Pertempuran yang terus berlanjut di Gaza terutama ditujukan untuk melayani kepentingan politik dan pribadi, tanpa tujuan keamanan apa pun, serta membahayakan nyawa para prajurit maupun sandera,” ungkap pernyataan yang tertulis dalam surat itu.

Hamas menyandera 251 warga Israel dan membawa mereka ke Gaza dalam serangannya pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan. Saat ini, 59 sandera Israel masih berada di Gaza, dengan 24 di antaranya diyakini masih hidup.

Pada Januari, Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera-tahanan yang terdiri dari tiga tahap. Namun, perundingan mengenai tahap kedua mengalami kebuntuan setelah tahap pertama yang berlaku selama enam pekan berakhir pada 1 Maret. Israel kemudian kembali melancarkan operasi militer di Gaza pada 18 Maret di tengah kebuntuan perundingan gencatan senjata.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan