Banner

Abaikan keberatan pihak Okinawa, pemerintah Jepang izinkan pemindahan pangkalan AS

Orang-orang berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa di Okinawa, Jepang, pada 14 Mei 2022. (Xinhua/Zhang Xiaoyu)

Pangkalan militer AS di Okinawa dinilai mengancam perdamaian, dan keberadaanya menunjukkan bahwa pemerintah Jepang secara paksa mengisi wilayah laut yang penting untuk membangun pangkalan militer AS yang baru, terlepas dari opini penduduk setempat.

 

Tokyo, Jepang (Xinhua) – Pemerintah Jepang pada Kamis (28/12) memberikan lampu hijau untuk revisi rencana relokasi pangkalan utama Amerika Serikat (AS) di Prefektur Okinawa, mengambil langkah yang belum pernah diambil sebelumnya dengan mengesampingkan keberatan dari pemerintah prefektur tersebut, demikian dilaporkan media setempat.

Kementerian Pertahanan Jepang akan mulai bekerja untuk memperkuat tanah lunak di situs relokasi pangkalan udara Futenma milik Korps Marinir AS itu paling cepat pada 12 Januari mendatang, lapor Kyodo News mengutip sumber pemerintah.

Persetujuan perubahan desain tersebut menandai penggunaan wewenang dalam tugas administratif pemerintah daerah oleh pemerintah pusat pertama di bawah undang-undang otonomi daerah, kata laporan tersebut.

Pelaksanaan wewenang tersebut dilakukan setelah Gubernur Okinawa Denny Tamaki, yang terus mendesak agar pangkalan Futenma dipindahkan ke luar wilayah prefektur paling selatan Jepang itu, menolak untuk mengikuti perintah pengadilan baru-baru ini yang mendesak dirinya untuk menyetujui perubahan desain tersebut.

Banner

Pemerintah pusat berencana untuk merelokasi pangkalan Futenma dari distrik permukiman yang padat di Ginowan ke daerah pesisir Henoko yang jumlah penduduknya lebih sedikit di Nago, yang juga berada di Okinawa.

Pangkalan militer AS di
Orang-orang berpartisipasi dalam sebuah aksi unjuk rasa di Okinawa, Jepang, pada 14 Mei 2022. (Xinhua/Zhang Xiaoyu)

“Ini bukan hanya masalah bagi prefektur Okinawa,” kata Tamaki kepada wartawan menyusul persetujuan dari pemerintah pusat, seraya mengatakan bahwa pelaksanaan wewenang via proksi tidak dapat diterima karena hal itu merampas otoritas administratif pemerintah prefektur tersebut dan berarti mereka mencoba untuk membangun pangkalan baru dengan melanggar “otonomi dan kemerdekaan kami.”

Dalam pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa pada September lalu, Tamaki mengatakan bahwa konsentrasi pangkalan militer AS di Okinawa mengancam perdamaian, dan menuturkan bahwa pemerintah Jepang secara paksa mengisi wilayah laut yang penting untuk membangun pangkalan militer AS yang baru, terlepas dari opini penduduk setempat.

Dalam berbagai kesempatan, sang gubernur juga telah menyatakan kekhawatirannya terkait kadar zat perfluoroalkil dan polifluoroalkil (PFAS) beracun yang berlebihan yang terdeteksi di perairan di sekitar pangkalan militer AS di Jepang.

Pulau Okinawa menampung 70 persen dari seluruh pangkalan militer AS di Jepang, sementara luasnya hanya 0,6 persen dari total luas wilayah daratan negara itu. Lebih dari 70 persen penduduk setempat menentang pembangunan pangkalan militer AS di tempat pembuangan sampah Henoko, menurut hasil survei Prefektur Okinawa pada 2019.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan