Target output minyak OPEC+ tetap bertahan sesuai keputusan Oktober, karena “murni didorong oleh pertimbangan pasar dan kemudian dengan mempertimbangkan situasi yang diakui oleh para pelaku pasar sebagai tindakan yang diperlukan dan tepat untuk menstabilkan pasar minyak global.”
Wina, Austria (Xinhua) – Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan para sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, pada Ahad (4/12) sepakat untuk mempertahankan target output minyaknya di tengah merosotnya harga minyak mentah dan batas harga yang akan segera diterapkan oleh negara-negara Barat terhadap minyak Rusia.
Menurut pernyataan yang dirilis setelah pertemuan tingkat menteri OPEC+ ke-34, aliansi produsen minyak tersebut memutuskan untuk kembali menetapkan keputusan yang diambil dalam pertemuan tingkat menteri sebelumnya yang digelar pada awal Oktober, yang menyatakan mereka sepakat memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November hingga akhir 2023.
Pemangkasan produksi itu setara dengan sekitar 2 persen dari permintaan minyak global tahun ini.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Ahad, OPEC+ mempertahankan keputusannya terkait pemangkasan output pada Oktober, seraya mengatakan bahwa hal tersebut “murni didorong oleh pertimbangan pasar dan kemudian dengan mempertimbangkan situasi yang diakui oleh para pelaku pasar sebagai tindakan yang diperlukan dan tepat untuk menstabilkan pasar minyak global.”
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya menuding OPEC+ telah mendorong kenaikan harga minyak dan memicu inflasi usai keputusan pemangkasan produksinya pada Oktober. Di sisi lain, OPEC+ bersikeras bahwa pemangkasan itu dilakukan untuk menstabilkan pasar minyak mengingat harga minyak mentah mengalami kemerosotan di tengah prospek ekonomi global yang melemah.
Keputusan terkait pengurangan output minyak OPEC+ pada Ahad diumumkan di tengah meningkatnya ketidakpastian dalam pasar minyak, termasuk harga minyak mentah yang melemah dan batas harga untuk minyak Rusia yang diberlakukan oleh negara-negara Uni Eropa (UE) dan Kelompok Tujuh (G7).
Terlepas dari pemangkasan output OPEC+ pada Oktober, harga minyak mentah terus merosot akibat meningkatnya kekhawatiran terkait perlambatan ekonomi dan hancurnya permintaan. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent berada di kisaran 80 dolar AS per barel dalam beberapa pekan terakhir, jauh di bawah harga tertinggi yang tercatat pada musim panas, yakni lebih dari 120 dolar AS per barel.
UE dan G7 pada Jumat (2/12) menyepakati batas harga sebesar 60 dolar AS per barel untuk minyak mentah seaborne Rusia, yang diperkirakan akan mulai diberlakukan pada Senin (5/12).
Berdasarkan pembatasan harga itu, layanan asuransi, keuangan, dan layanan-layanan lainnya untuk pengiriman minyak Rusia akan dilarang jika minyak dijual seharga lebih dari 60 dolar AS per barel.
Setelah pengumuman tentang keputusan UE tersebut, Mikhail Ulyanov, perwakilan tetap Rusia untuk organisasi internasional di Wina, pada Jumat menyampaikan bahwa “mulai tahun ini, Eropa akan hidup tanpa minyak Rusia” karena “Moskow telah mengatakan dengan jelas bahwa pihaknya tidak akan memasok minyak ke negara-negara yang mendukung batas harga antipasar.”
Negara-negara OPEC+ pada Ahad juga memutuskan akan menggelar pertemuan tingkat menteri selanjutnya pada 4 Juni tahun depan, namun mengatakan bahwa mereka tetap siap untuk “menggelar pertemuan kapan saja dan segera mengambil langkah tambahan guna menyikapi perkembangan pasar dan mendukung keseimbangan pasar minyak beserta kestabilannya jika diperlukan.”
*1 dolar AS = 15.429 rupiah
Laporan: Redaksi