Banner

Nuklir untuk identifikasi penyebab gizi buruk

Beberapa sampel makanan anak-anak yang diambil dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk penelitian kandungan zat gizi mikro. (BATAN)

Jakarta (Indonesia Window) – Satu lagi penggunaan teknologi nuklir untuk perdamaian ditunjukkan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dengan menerapkan Teknik Analisis Nuklir (TAN) guna mengidentifikasi kandungan zat gizi mikro yang berpengaruh dalam masalah pertumbuhan anak.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, 17,7 persen bayi di bawah usia lima tahun di tanah air mengalami masalah gizi, demikian dikutip dari situs jejaring BATAN di Jakarta, Jumat.

Jumlah tersebut terdiri atas 3,9 persen balita menderita gizi buruk dan 13,8 persen mengalami gizi kurang.

“Kami melihat salah satu penyebab gizi buruk selain perekonomian juga pola makan anak, pola asuh, faktor lingkungan, sanitasi, dan pendidikan orang tua,” ujar Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT) BATAN Diah Dwiana Lestari.

Menurut dia, TAN dapat digunakan untuk menganalisa kandungan zat gizi mikro yang sulit dideteksi dengan menggunakan metode konvensional.

Banner

Kandungan zat gizi mikro yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang harus tercukupi pada balita, diantaranya, unsur besi (Fe), seng (Zn), dan selenium (Se), jelas Diah.

“Sensitivitas TAN tinggi, limit deteksinya bagus, dan akan mendeteksi kadar unsur yang sangat kecil hingga orde ppb (parts per billionbagian per semilyar),” terangnya.

BATAN telah melakukan karakterisasi zat gizi mikro yang terkandung dalam berbagai bahan pangan di Pulau Jawa yang mewakili seluruh wilayah Indonesia karena populasinya yang padat.

Tim BATAN memilih kurang lebih 17 komoditi bahan pangan sebagai sampel analisa, mulai dari ayam, daging, telur, tempe, tahu, sayuran, hingga buah-buahan.

Hasil analisa kandungan zat gizi mikro pada bahan pangan tersebut melengkapi data komposisi pangan Indonesia.

“Salah satu hasil yang kami dapatkan adalah database zat gizi mikro Fe, Zn, dan Se pada Buku Tabel Komposisi Pangan Indonesia, di mana kita bekerja sama dengan Kemenkes,” jelas Diah.

Banner

Selain bahan pangan, saat ini ia dan timnya juga meneliti asupan riil makanan pada 400 bayi di bawah usia dua tahun (baduta) di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Kami fokus ke daerah yang stunting– nya terbesar, prevelansinya lebih dari 30 persen, dalam artian dari tiga baduta paling tidak satu baduta mengalami stunting,” kata Diah.

Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya.

Sampel diambil di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Penelitian dilakukan dengan mewawancarai para ibu mengenai asupan apa saja yang diberikan kepada anak-anak mereka.

“Kita tanya satu per satu para ibu tentang makanan dan minuman apa saja yang mereka konsumsi mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Selanjutnya kita ambil sampel makanan yang dikonsumsi anak-anak dan sampel Air Susu Ibu untuk dianalisa,” jelas Diah, seraya menambahkan bahwa proses analisa masih berlanjut.

Banner

Dia berharap tahun ini penelitian tersebut menghasilkan analisis kandungan zat gizi mikro Fe, Seng, dan Se sesuai rekomendasi WHO.

Kandungan Fe dan Seng masih bisa dideteksi dengan metode konvensional, tapi kalau Se sulit karena ordenya (ukurannya) sangat kecil. Di sinilah TAN diterapkan, imbuhnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan