Netanyahu mengabaikan gencatan senjata segera dalam konflik yang mengeskalasi dengan Lebanon dan memperingatkan adanya ancaman dari Iran, menunjukkan bahwa Israel menghadapi berbagai macam konflik yang diorganisasi oleh Teheran.
Beirut/Yerusalem, Lebanon/Wilayah Palestina yang diduduki (Xinhua/Indonesia Window) – Israel melancarkan serangan baru terhadap sasaran di pinggiran selatan Beirut, Dahieh, pada Sabtu (28/9) pagi waktu setempat, seraya mengatakan bahwa mereka menargetkan senjata-senjata Hizbullah yang tersimpan di bawah gedung-gedung sipil.
Saksi mata di Beirut melaporkan pesawat-pesawat tempur Israel terbang di atas pinggiran selatan kota itu dan melakukan beberapa kali pengeboman dalam kurun waktu satu jam di Distrik Dahieh.
Sebelum serangan tersebut, juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa senjata-senjata yang ditargetkan meliputi “berbagai rudal pantai ke laut (coast-to-sea) yang berasal dari Iran” dan disembunyikan di bawah bangunan-bangunan sipil. Klaim tersebut dibantah oleh Hizbullah.
Serangan itu dilakukan menyusul serangan udara Israel sebelumnya terhadap markas utama Hizbullah di Dahieh, yang menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai 91 orang lainnya, menurut saluran televisi Lebanon MTV.
Media Israel menyatakan bahwa serangan tersebut mungkin menargetkan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, meskipun statusnya masih belum jelas.
Hagari pada Jumat (27/9) mengonfirmasi bahwa serangan udara tersebut ditujukan ke markas besar Hizbullah, yang menurutnya terletak di bawah bangunan tempat tinggal.
Serangan itu dilancarkan tak lama setelah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berpidato di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations General Assembly (UNGA) di New York. Kantor Netanyahu mengatakan dirinya menyetujui serangan udara tersebut pada Jumat pagi waktu setempat dari hotelnya dan memutuskan untuk kembali ke Israel lebih cepat dari jadwal.
Di PBB, Netanyahu mengabaikan gencatan senjata segera dalam konflik yang mengeskalasi dengan Lebanon dan memperingatkan adanya ancaman dari Iran, menunjukkan bahwa Israel menghadapi berbagai macam konflik yang diorganisasi oleh Teheran.
“Kami tidak akan mundur dalam menghadapi ancaman dari Teheran atau proksi-proksinya,” kata Netanyahu kepada UNGA, seraya membela tindakan Israel yang diperlukan untuk keamanan nasional.
Menyusul serangan Israel, Hizbullah mengaku bertanggung jawab atas serangan di Safed, sebuah kota di Israel utara, pada Jumat malam.
Dalam sebuah pernyataan, kelompok tersebut mengatakan serangan itu adalah “untuk mendukung rakyat Palestina yang tabah di Jalur Gaza dan membela Lebanon serta rakyatnya, dan sebagai serangan balasan atas invasi biadab Israel ke kota-kota, desa-desa, dan warga sipil.”
Saluran televisi milik pemerintah Israel Kan TV melaporkan dua serangan langsung ke sebuah bangunan di Safed, tanpa ada korban jiwa. Militer Israel kemudian mengumumkan serangan udara baru di Lebanon selatan dan “jauh ke dalam negara itu,” membidik peluncur roket dan fasilitas penyimpanan senjata.
“Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) terus menyerang, merusak, dan menurunkan kemampuan serta infrastruktur militer organisasi teroris Hizbullah,” kata IDF dalam sebuah pernyataan.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengutuk serangan udara Israel di Dahieh sebagai “kejahatan perang yang mencolok dan tak terbayangkan,” demikian menurut kantor berita resmi Iran IRNA.
Pezeshkian mengatakan tindakan Israel terhadap rakyat Palestina dan Lebanon menggarisbawahi kegagalan masyarakat internasional dalam menghentikan apa yang disebutnya sebagai “terorisme negara”, dan menggambarkan Israel sebagai “ancaman terbesar” bagi perdamaian serta keamanan regional dan global.
Israel telah mengintensifkan serangan udaranya di seluruh Lebanon sejak Senin (23/9), yang menandai aksi militer paling ekstensif di wilayah tersebut sejak 2006.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan hampir 700 kematian akibat serangan pekan ini, dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperkirakan lebih dari 200.000 orang telah mengungsi di Lebanon sejak Oktober lalu ketika Hizbullah mulai menembakkan roket-roketnya ke Israel utara untuk menunjukkan solidaritas kepada Hamas.
Laporan: Redaksi