Telaah – Dampak ditolaknya pemakzulan PM Korsel terhadap persidangan Yoon Suk-yeol

MK Korsel belum menyimpulkan apakah deklarasi darurat militer Yoon merupakan hal yang sah melalui persidangan pemakzulan Han, yang mengindikasikan bahwa belum ada tanda-tanda jelas yang ditemukan untuk persidangan pemakzulan Yoon.
Seoul, Korea Selatan (Xinhua/Indonesia Window) – Partai-partai politik di Korea Selatan (Korsel) menunjukkan sudut pandang yang saling bertentangan terkait bagaimana penolakan terhadap pemakzulan Perdana Menteri (PM) Korsel Han Duck-soo akan memengaruhi persidangan pemakzulan Presiden Korsel Yoon Suk-yeol.
Han diangkat kembali sebagai PM sekaligus penjabat presiden Korsel pada Senin (24/3) seiring Mahkamah Konstitusi (MK) Korsel menolak mosi parlemen untuk memakzulkannya.
Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party), yang berhaluan konservatif dan saat ini berkuasa, memperkirakan bahwa pemakzulan Yoon juga akan ditolak jika pemakzulan Han ditolak, menurut kantor berita Yonhap.
Partai Demokrat (Democratic Party), yang berhaluan liberal dan merupakan pihak oposisi utama, melihat adanya kemungkinan besar bahwa MK Korsel akan mempertahankan pemakzulan Yoon dengan penolakan terhadap pemakzulan Han bertujuan untuk menjaga keseimbangan politik.
Terlepas dari konfirmasi bahwa proses pemakzulan Han adalah proses yang sah, MK Korsel mengatakan tidak ada bukti atau materi objektif yang mengidentifikasi keterlibatannya dalam pemberlakuan darurat militer dan pemberontakan yang dilakukan oleh presiden yang dimakzulkan tersebut.
Yonhap menganalisis bahwa MK Korsel belum menyimpulkan apakah deklarasi darurat militer Yoon merupakan hal yang sah melalui persidangan pemakzulan Han, yang mengindikasikan bahwa belum ada tanda-tanda jelas yang ditemukan untuk persidangan pemakzulan Yoon.
Terkait alasan MK Korsel mengubah pendiriannya dari menempatkan prioritas utama pada persidangan pemakzulan Yoon menjadi memajukan keputusan terkait pemakzulan Han, harian lokal Hankyoreh menilai bahwa MK Korsel mempertimbangkan pemilihan presiden yang digelar lebih awal (snap presidential election) menyusul potensi penggulingan Yoon dari jabatannya.
“Jika presiden digulingkan dari jabatannya, (maka) pemilihan presiden yang lebih awal akan digelar. (Penjatuhan putusan untuk Han yang dilakukan lebih awal dari Yoon) dimaksudkan untuk mengembalikan Han ke jabatannya dan meminimalkan kebingungan dalam urusan negara dengan mengizinkan Han untuk mempersiapkan pemilihan presiden,” ujar Lim Ji-bong, profesor di Fakultas Hukum Universitas Sogang, seperti dikutip surat kabar tersebut.
Seorang mantan hakim konstitusi yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa MK Korsel memajukan putusan pemakzulan Han dalam upaya untuk menstabilkan urusan negara setelah potensi pencopotan jabatan Yoon dengan mengembalikan Han ke jabatannya, seperti dilansir harian tersebut.
Choi Sang-mok, menteri keuangan Korsel yang merangkap sebagai wakil perdana menteri untuk urusan ekonomi, mengemban tugas sebagai penjabat presiden selama sekitar tiga bulan usai pemakzulan presiden dan PM Korsel.
Jika MK Korsel mengukuhkan pemakzulan Yoon, pemilihan presiden yang digelar lebih awal harus dilaksanakan dalam kurun waktu 60 hari.
Yoon mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember malam tahun lalu, tetapi beberapa jam kemudian deklarasi tersebut dicabut oleh Majelis Nasional Korsel yang dipimpin oleh pihak oposisi.
Mosi pemakzulan Yoon diloloskan di Majelis Nasional Korsel pada 14 Desember atas kegagalan pemberlakuan darurat militer yang dilakukannya, dan sejak saat itu, MK Korsel telah menggelar 11 sidang terkait pemakzulan Yoon.
Yoon ditangkap di kantor kepresidenan pada 15 Januari dan didakwa dalam penahanan pada 26 Januari sebagai tersangka dalang pemberontakan, dan menjadi presiden Korsel pertama yang ditangkap dan diadili saat masih menjabat. Namun, dirinya dibebaskan pada 8 Maret karena jaksa penuntut memutuskan untuk tidak melakukan banding atas persetujuan pembebasan dari pengadilan.
Laporan: Redaksi