Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak menguat di perdagangan Asia pada Jumat pagi, memperpanjang kenaikan tajam di sesi sebelumnya yang dipicu oleh kekhawatiran pasokan yang terus-menerus dan ketika cuaca dingin menghantam seluruh Amerika Serikat, mengancam untuk lebih lanjut mengganggu pasokan minyak yang rapuh.

Minyak mentah berjangka Brent bertambah 16 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 91,27 dolar AS per barel pada pukul 01.02 GMT, setelah naik 1,64 dolar AS pada Kamis (3/2).

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 28 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 90,55 per barel, setelah menguat 2,01 dolar AS pada hari sebelumnya menjadi menetap di atas 90 dolar AS untuk pertama kali sejak 6 Oktober 2014.

Kedua harga acuan minyak menuju kenaikan pekanan ketujuh berturut-turut.

“Minyak mentah WTI melonjak di atas level 90 dolar AS setelah ledakan Arktik sampai ke Texas dan mengganggu beberapa produksi minyak di Permian Basin,” kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Badai musim dingin yang besar melanda Amerika Serikat bagian tengah dan Timur Laut pada Kamis (3/2) di mana badai itu membawa salju dan es yang lebat, membuat perjalanan berbahaya jika bukan tidak mungkin, melumpuhkan ribuan listrik dan menutup sekolah-sekolah di beberapa negara bagian.

Dihadapkan dengan pemulihan permintaan yang melampaui pasokan, pasar minyak semakin rentan terhadap guncangan pasokan, kata para analis.

“Bahkan ketika ribuan penerbangan dibatalkan, pasar energi terpaku pada produksi dan tidak terlalu banyak guncangan permintaan jangka pendek,” kata Moya.

Ketegangan geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah juga telah memicu kenaikan tajam minyak yang telah mendorong Brent berjangka melonjak 17 persen dan WTI sebesar 20 persen sepanjang tahun ini.

Amerika Serikat memperingatkan bahwa Rusia berencana menggunakan serangan bertahap sebagai pembenaran untuk menyerang negara tetangga. Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan NATO dan Barat atas meningkatnya ketegangan, bahkan saat ia telah memindahkan ribuan tentara ke dekat perbatasan Ukraina.

Namun, dalam jangka menengah, beberapa analis memperkirakan pasar minyak akan segera mengalami surplus pada kuartal berikutnya, membantu mengerem lonjakan harga baru-baru ini.

“Kami memperkirakan tren berurutan dari penarikan stok global triwulanan akan beralih ke persediaan segera setelah kuartal kedua tahun ini, dan bertahan selama 15-18 bulan ke depan,” kata analis di Citi Research dalam sebuah catatan pada Kamis malam (3/2).

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan