Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Rabu (5/1) atau Kamis pagi (WIB), memperpanjang kenaikan bahkan setelah produsen OPEC+ bertahan pada kenaikan target produksi yang disepakati untuk Februari dan persediaan bahan bakar AS melonjak karena penurunan permintaan di tengah melonjaknya kasus COVID-19.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret, naik 80 sen atau 1,0 persen menjadi menetap di 80,80 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari, ditutup naik 86 sen atau 1,1 persen menjadi 77,85 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Pasar memangkas kenaikan pada sore hari setelah rilis risalah dari pertemuan Federal Reserve AS terbaru menunjukkan pembuat kebijakan mungkin harus menaikkan suku bunga lebih cepat daripada yang diantisipasi pasar. Minyak turun, mengikuti aset-aset berisiko lainnya seperti saham.
Persediaan minyak mentah AS turun 2,1 juta barel, sebagian karena insentif pajak bagi produsen untuk mengurangi persediaan sebelum akhir tahun.
Namun, persediaan bensin melonjak lebih dari 10 juta barel, dan stok sulingan naik 4,4 juta barel. Analis mengutip permintaan yang lemah selama pekan terakhir tahun 2021 karena orang-orang menahan diri untuk bepergian di tengah varian virus corona Omicron yang menyebar dengan cepat.
Amerika Serikat melaporkan hampir 1 juta infeksi baru virus corona pada Senin (3/1), penghitungan harian tertinggi dari negara mana pun di dunia dan hampir dua kali lipat dari puncak AS sebelumnya yang ditetapkan sepekan sebelumnya.
Secara keseluruhan produk yang dipasok, proksi untuk permintaan, turun tajam, meskipun empat pekan terakhir mencatat permintaan yang lebih kuat daripada periode yang sama dua tahun lalu sebelum timbulnya pandemik.
“Permintaan produk tersirat – terutama untuk bensin – merosot, menunjukkan bahwa masyarakat berhati-hati tentang perjalanan setelah melonjaknya kasus varian Omicron. Ketakutan ini kemungkinan akan bertahan selama beberapa pekan lagi,” tulis Caroline Bain, kepala ekonom komoditas di Capital Economics.
Produsen OPEC+, yang termasuk anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak bersama dengan Rusia dan lainnya, pada Selasa (4/1) setuju untuk menambah pasokan 400.000 barel per hari pada Februari, seperti yang telah mereka lakukan setiap bulan sejak Agustus.
OPEC+ mungkin akan berjuang untuk mencapai target itu, karena anggota termasuk Nigeria, Angola dan Libya menghadapi kesulitan meningkatkan produksi, kata analis Barclays dalam sebuah catatan.
Bahkan ketika kelompok tersebut meningkatkan target, “persediaan tambahan yang sebenarnya kemungkinan akan jauh lebih kecil, mirip dengan efek permintaan dari Omicron,” tulis bank tersebut.
Laporan: Redaksi