Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak anjlok sekitar 5 persen pada akhir perdagangan yang fluktuatif, Selasa (19/4) atau Rabu pagi WIB, di tengah kekhawatiran permintaan setelah Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi dan memperingatkan inflasi yang lebih tinggi.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan global untuk pengiriman pada bulan Juni, terpuruk 5,91 persen atau 5,22 persen, menjadi menetap di 107,25 dolar AS per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei jatuh 5,65 dolar AS atau 5,22 persen, menjadi ditutup di 102,56 dolar AS per barel.
Harga minyak merosot meskipun produksi OPEC+ lebih rendah, yang menghasilkan 1,45 juta barel per hari (bph) di bawah targetnya pada Maret, karena produksi Rusia mulai menurun menyusul sanksi yang dikenakan oleh Barat atas invasinya ke Ukraina, menurut laporan dari aliansi produsen yang dilihat oleh Reuters.
Rusia memproduksi sekitar 300.000 barel per hari di bawah targetnya pada bulan Maret sebesar 10,018 juta barel per hari, berdasarkan sumber sekunder, menurut laporan tersebut.
OPEC+, yang mengelompokkan OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, bulan lalu menyetujui peningkatan produksi minyak bulanan sebesar 432.000 barel per hari pada bulan Mei, menolak tekanan oleh konsumen utama untuk memompa minyak lebih banyak.
Sementara itu, IMF menurunkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi global hampir satu poin persentase penuh, mengutip invasi Rusia, dan mengatakan bahwa inflasi sekarang menjadi “jelas dan menghadirkan bahaya” bagi banyak negara.
Prospek bearish menambah tekanan harga dari perdagangan dolar pada level tertinggi dua tahun. Greenback yang lebih kuat membuat komoditas-komoditas yang dihargai dalam dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang dapat mengurangi permintaan.
Presiden Bank Federal Reserve Chicago, Charles Evans pada hari Selasa (19/4) mengatakan The Fed dapat menaikkan kisaran target kebijakan suku bunganya menjadi 2,25 persen hingga 2,5 persen pada akhir tahun, tetapi jika inflasi tetap tinggi kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut.
Sementara itu, Presiden Bank Federal Reserve St. Louis James Bullard pada hari Senin (18/4) mengatakan bahwa inflasi AS “terlalu tinggi” ketika dia mengulangi pernyataannya untuk meningkatkan suku bunga menjadi 3,5 persen pada akhir tahun guna memperlambat apa yang sekarang menjadi angka inflasi tertinggi 40 tahun.
Perkiraan pertumbuhan IMF yang lebih rendah, bersama dengan cadangan minyak strategis yang melaporkan bahwa stok darurat turun 4,7 juta barel pada hari Senin (18/4). “Menyebabkan beberapa kegelisahan,” kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group.
Kekhawatiran atas pertumbuhan permintaan sudah menjadi fokus setelah jajak pendapat pendahuluan Reuters pada Senin (18/4) menunjukkan persediaan minyak mentah AS cenderung meningkat pekan lalu.
Ekonomi China melambat pada bulan Maret, memperburuk prospek yang sudah melemah oleh pembatasan COVID-19 dan konflik di Ukraina.
Permintaan bahan bakar di China, importir minyak terbesar di dunia, dapat mulai meningkat karena pabrik-pabrik bersiap untuk dibuka kembali di Shanghai.
Penurunan harga pada Selasa (19/4) mengikuti kenaikan lebih dari satu persen pada Senin (18/4) ketika harga minyak mencapai level tertinggi sejak 28 Maret karena gangguan pasokan minyak Libya.
National Oil Corp. (NOC) Libya pada Senin (18/4) memperingatkan “gelombang penutupan yang menyakitkan” dan menyatakan force majeure pada beberapa produksi dan ekspor ketika pasukan di timur memperluas blokade mereka terhadap sektor tersebut karena kebuntuan politik.
NOC pada Selasa (19/4) menyatakan force majeure di pelabuhan minyak Brega.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada pembicaraan telepon dengan para pemimpin Barat pada Selasa (19/4) menggarisbawahi perlunya meningkatkan tekanan pada Rusia dengan lebih banyak sanksi dan isolasi diplomatik.
Kemungkinan larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia terus membuat pasar gelisah. Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire pada Selasa (19/4) mengatakan bahwa embargo di tingkat Uni Eropa sedang dikerjakan.
Laporan: Redaksi