Feature – Operasi militer Israel hancurkan kamp Jabalia di Gaza

Orang-orang terlihat di sebuah jalan dengan bangunan yang hancur di kamp Jabalia di Jalur Gaza utara pada 3 Juni 2024. (Xinhua/Mahmoud Zaki)

Militer Israel telah menewaskan lebih dari 36.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 82.000 orang lainnya di daerah kantong tersebut, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, menurut otoritas kesehatan di Gaza.

 

Gaza, Palestina (Xinhua) – Beberapa hari setelah tentara Israel menarik diri dari kamp Jabalia di Jalur Gaza utara setelah hampir tiga pekan operasi militer, Mohammed Omran, yang kembali ke kamp tersebut, masih terkejut karena skala dan intensitas kehancuran di lingkungannya.

“Kami tidak punya apa-apa lagi di sini…. Tidak ada rumah, pohon, masjid, dan bahkan sekolah-sekolah milik PBB yang kami gunakan untuk berlindung saat perang,” kata Omran dengan suara bergetar karena emosi.

Akibat perang yang terus berlanjut di Gaza dan operasi Israel baru-baru ini di kamp Jabalia, ayah enam anak berusia 45 tahun tersebut, yang telah kehilangan berat badannya hingga 30 kilogram sejak konflik pecah, hampir tidak memiliki keinginan untuk hidup.

“Operasi ini tidak hanya menghancurkan infrastruktur tetapi juga layanan kemanusiaan dasar. Makanan dan air menjadi sangat langka dan sebagian besar tercemar,” kata Omran. “Saya tidak tahu ke mana saya harus pergi. Saya tidak punya apa-apa lagi. Andai saja saya bisa mati agar bisa merasakan kelegaan,” keluhnya.

Militer Israel telah menewaskan
Seorang pria terlihat di sebuah bangunan yang hancur di kamp Jabalia di Jalur Gaza utara pada 3 Juni 2024. (Xinhua/Mahmoud Zaki)

Namun demikian, beberapa orang lainnya berjuang untuk melanjutkan hidup mereka yang hancur. Di antaranya Amna Abu Jahal (48), yang memilih tetap tinggal di kamp tersebut setelah suaminya tewas pada pekan pertama operasi militer Israel, meskipun kondisinya sangat sulit.

Setiap hari, dia harus menghabiskan waktu berjam-jam berjalan kaki demi mendapatkan beberapa liter air asin untuk diminum.

“Dulu air asin dipakai untuk kebutuhan pekerjaan rumah tangga, tetapi kini kami terpaksa meminumnya,” kata ibu empat anak itu kepada Xinhua, seraya menambahkan, “Namun, saya masih merasa beruntung bisa mendapatkannya.”

“Serangan Israel adalah pembalasan. Mereka bahkan menghancurkan sumur-sumur air umum dan jaringan pembuangan limbah,” ujarnya.

Seorang warga lainnya bernama Amjad al-Ghoul, yang rumahnya hancur dalam operasi tersebut, mencoba mendirikan tenda sementara di samping kamp.

“Semua tempat penampungan penuh sesak dipadati pengungsi, dan situasi di sana menjadi tidak terbayangkan … Limbah akan menyebabkan epidemi,” tuturnya sambil berusaha membersihkan air limbah yang berada di sekitar tendanya.

“Apa salah anak-anak dalam semua ini? Mereka selamat dari perang, tetapi mereka akan mati karena penyakit yang disebabkan oleh bencana lingkungan dan kesehatan,” kata al-Ghoul dengan sedih.

Warga Palestina yang mengungsi terlihat di Jabalia, Jalur Gaza utara, pada 30 Mei 2024. (Xinhua/Mahmoud Zaki)

Pada Jumat (31/5), tentara Israel menarik diri dari kamp tersebut setelah mengakhiri operasi militernya yang bertujuan untuk menghabisi kekuatan Hamas di sana, menurut juru bicara militer Israel Avichai Adraee.

Selama serangan tersebut, sedikitnya 50.000 unit rumah hancur. Sementara itu, sebagian besar jaringan pembuangan limbah dan jalan-jalan di Gaza utara rusak total, menurut Naji Sarhan, kepala komite kedaruratan kota di Gaza utara.

Sarhan memperingatkan akan adanya “kelaparan yang akan segera terjadi” di kamp tersebut, dan menyerukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta organisasi internasional lainnya untuk “segera melakukan intervensi.”

Israel melancarkan kampanye militer besar-besaran terhadap Hamas di Gaza untuk membalas serangan Hamas di perbatasan Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang dalam serangan itu sekitar 1.200 orang tewas dan lebih dari 200 orang disandera.

Sejauh ini, militer Israel telah menewaskan lebih dari 36.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 82.000 orang lainnya di daerah kantong tersebut, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, menurut otoritas kesehatan di Gaza.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan