Memadukan budaya China dan Indonesia menjadi cara Yusuf Maulana Firdaus dalam mendesain busana dan gaya riasnya yang unik.
Nanning, China (Xinhua) – Lima set pakaian tambal sulam (patchwork) berwarna biru dan putih, yang memadukan pola batik Indonesia dengan unsur tradisional Opera Peking China, menarik perhatian banyak pelajar untuk singgah dan mengaguminya.
Ini adalah salah satu hasil karya tugas akhir Yusuf Maulana Firdaus, mahasiswa Indonesia Generasi Z yang belajar di Nanning, Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan.
Yusuf Maulana Firdaus merupakan generasi yang lahir setelah tahun 2000-an asal Jakarta, dan berkecimpung di bidang desain pakaian dan makeup modeling adalah impiannya. Yusuf sudah tertarik dalam bidang merias dan mendesain pakaian serta aksesoris sejak kecil. Selama bertahun-tahun, dia rajin berkompetisi di industri mode di Indonesia dan China. Karya-karyanya telah meraih banyak penghargaan di Indonesia.
Untuk lebih meningkatkan keterampilan profesionalnya, Yusuf (17) memutuskan untuk melanjutkan studinya di China. Pada 2020, dia diterima di Universitas Seni Guangxi (Guangxi Arts University), menjadi mahasiswa S1 jurusan desain karakter.
China dan negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memiliki hubungan geografis dan interpersonal yang erat, dengan sejumlah besar pelajar ASEAN datang ke China untuk belajar setiap tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, Guangxi secara aktif terlibat dalam kerja sama pendidikan dengan negara-negara ASEAN, menjadikannya salah satu provinsi dengan jumlah pelajar ASEAN tertinggi yang menempuh pendidikan di China.
“Saya lebih suka mendesain kostum yang unik atau berlebihan untuk pertunjukan panggung. Semua desain akan saya buat sendiri,” kata Yusuf sambil mengoperasikan sebuah mesin jahit di studionya. Yusuf awalnya belajar desain kostum secara mandiri di Indonesia, namun masa studinya di China memungkinkannya menerima pelatihan profesional dan sistematis yang mencakup berbagai bidang mulai dari tata rias hingga pakaian.
Saat ada waktu luang, Yusuf selalu menenggelamkan diri di dalam studionya untuk berkarya. Agar waktunya lebih fleksibel dalam membuat pakaian, dia menabung untuk membeli mesin jahit menggunakan biaya sendiri. Dengan hasrat yang besar terhadap kreativitas, Yusuf menginvestasikan hampir seluruh beasiswa dan hadiah kompetisinya untuk membeli bahan pakaian dan kosmetik. Studio kecilnya penuh dengan berbagai bahan kain dan aksesori, di mana potongan kain biasa akan diubah menjadi karya seni unik di tangannya.
Kehidupan kampus Yusuf sibuk dan padat. Dengan keterampilan tata riasnya yang cekatan dan selera fesyennya yang tajam, dia dengan cepat menjadi bintang di mata teman-teman sekelasnya. Dalam berbagai pertunjukan seni dan aktivitas profesional, Yusuf diundang untuk membantu para pemain merias dan membentuk, atau merancang dan membuat kostum untuk mereka. Karya-karyanya sering terlihat di WeChat Moments para dosen dan mahasiswa.
Dengan memadukan budaya China dan Indonesia, desain busana dan gaya riasnya yang unik membuatnya terkenal hanya dalam beberapa tahun, dan aktivitasnya juga berpindah dari kampus ke panggung internasional, mengikuti banyak kegiatan pertukaran budaya antara China dan ASEAN.
“Selama saya belajar, banyak staf pengajar yang membantu saya secara profesional, membimbing saya cara membuat desain yang baik, cara mencocokkan warna, dan memilih bahan. Saya merasa mendapat banyak pelajaran dari pengalaman ini,” aku Yusuf sembari mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengalaman belajar di China yang memperkaya ilmunya.
Huang Yanbing, dosen atau pengajar kursus profesionalnya, menaruh perhatian besar pada komunikasi dan pertukaran dengan Yusuf baik di dalam maupun di luar kelas, terus mengeksplorasi metode pengajaran yang cocok untuknya. “Selama 30 tahun saya mengajar, ini pertama kalinya saya memiliki kontak mendalam dengan para pelajar internasional dari latar belakang budaya yang berbeda. Ketekunan, keinginan belajar, dan bakat Yusuf membuat saya menghargai hubungan guru-siswa ini,” kata Huang.
Melalui pendidikan S1, Yusuf secara bertahap memadukan budaya Indonesia, budaya tradisional China, dan unsur pakaian etnis dari Guangxi dengan mode, sehingga menghasilkan karya dengan gaya unik. “Meski karya-karyanya belum sepenuhnya matang dalam hal integrasi lintas budaya, namun dirinya terus berupaya mengeksplorasi dan berupaya menyajikannya dengan cara-cara baru.” tutur Huang.
Yusuf berharap bisa menjadi perancang citra karakter yang unggul, dan karyanya bisa berada di panggung tertinggi China dan mendunia. Guna meningkatkan internasionalisasi dan mode desain, Huang kerap menggunakan sumber daya industrinya sendiri untuk mengatur para ahli agar dapat berkomunikasi dengan Yusuf. Suami Huang adalah perancang busana dan seniman crossover berlatar belakang internasional yang tinggal di Paris sepanjang tahun. Setiap tahun sekembalinya ke China, dia selalu meluangkan waktu untuk bertemu Yusuf, mengomentari desainnya, dan membimbing pengembangan profesionalnya di masa depan.
Selain studi profesionalnya, kecintaan Yusuf terhadap budaya China juga memantapkan tekadnya untuk belajar di China. “Datang ke China untuk bersekolah, belajar tentang desain mode dan pengetahuan profesional terkait tata rias, dapat sangat membantu saya mewujudkan impian saya.” ungkap Yusuf.
Yusuf berharap setelah lulus dirinya dapat melanjutkan studi S2 jurusan desain karakter di China. Ke depannya, dia akan bekerja keras untuk melanjutkan studinya dan menciptakan karya-karya yang lebih unggul.
Sembari berbicara soal masa depan, dia memandang ke luar jendela, dan berkata dengan penuh tekad, “Saya juga ingin menggunakan pencapaian saya untuk mendorong pertukaran antara China, Indonesia, dan ASEAN. Saya ingin membawa budaya Indonesia ke China, dan ketika saya kembali ke Indonesia dengan prestasi yang saya raih, saya juga ingin lebih banyak menghadirkan budaya China ke Indonesia.”
Laporan: Redaksi