Masyarakat Okinawa di Jepang tolak relokasi pangkalan militer AS

Orang-orang berpartisipasi dalam sebuah aksi unjuk rasa di Okinawa, Jepang, pada 14 Mei 2022, yang menuntut pengurangan beban penempatan pangkalan militer Amerika Serikat di Prefektur Okinawa, prefektur paling selatan di Jepang. (Xinhua/Zhang Xiaoyu)

Pangkalan militer AS di Okinawa telah menjadi sumber kegundahan masyarakat lokal yang mendiami pulau subtropis kecil tersebut karena mereka harus menanggung serangkaian kecelakaan dan kemalangan terkait militer AS yang hampir terus menerus terjadi, melibatkan pesawat terbang, latihan menembak, dan polusi.

 

Tokyo, Jepang (Xinhua) – Gubernur Okinawa Denny Tamaki pada Senin (12/9) mengatakan bahwa pemilihan kembali dirinya menggarisbawahi penolakan masyarakat setempat terhadap rencana kontroversial pemerintah Jepang untuk merelokasi pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di pulau tersebut.

“Ini adalah fakta yang tidak dapat dibantah bahwa saya dipilih oleh masyarakat yang menentang rencana relokasi tersebut, yang berarti perasaan masyarakat Okinawa yang sebenarnya tetap tidak berubah,” ujar Tamaki kepada media setempat sehari usai mengamankan masa jabatan empat tahun keduanya sebagai gubernur Okinawa.

Tamaki, kini berusia 62 tahun, yang sebagian besar kampanye pemilihannya berbasis pada penentangannya terhadap rencana pemerintah Jepang untuk merelokasi Pangkalan Udara Korps Marinir AS Futenma di Okinawa, mengantongi lebih dari separuh total suara dalam pemilihan gubernur yang diadakan pada Ahad (11/9).

Tamaki, yang diusung oleh pihak oposisi, berhasil mengalahkan mantan Wali Kota Ginowan Atsushi Sakima, yang didukung koalisi pimpinan Partai Demokrat Liberal (Liberal Democratic Party/LDP) yang berkuasa sekaligus pendukung relokasi pangkalan militer AS di Okinawa, serta mantan anggota parlemen Mikio Shimoji.

Tamaki menuturkan masyarakat Okinawa memilihnya kembali untuk menyatakan penolakan mereka terhadap rencana relokasi pangkalan militer AS di Okinawa, seraya menambahkan bahwa warga Okinawa menginginkan seluruh beban mereka terkait penempatan pangkalan militer AS dicabut.

Seraya mengatakan dirinya akan mengunjungi Tokyo secara langsung untuk mendesak pemerintah pusat agar membatalkan rencana relokasi pangkalan militer itu, Tamaki juga mengungkapkan bahwa dia mungkin akan menggunakan cara lain, termasuk dialog dengan komunitas internasional.

Pangkalan militer AS di Jepang
Sejumlah personel polisi berusaha menahan pengunjuk rasa yang menuntut pengurangan beban penempatan pangkalan militer Amerika Serikat (AS) dan bahkan penarikan total pasukan AS di Okinawa, Jepang, pada 15 Mei 2022. (Xinhua/Zhang Xiaoyu)

Masyarakat lokal Okinawa dan pemerintah pusat telah lama berselisih soal relokasi pangkalan militer itu, dengan masyarakat lokal Okinawa merasa pendudukan mereka oleh pasukan AS telah berlanjut jauh melampaui tahun 1972, saat Okinawa resmi dikembalikan ke dalam kekuasaan Jepang.

Sebagian besar pangkalan militer AS di Jepang berada di Okinawa, kendati pulau subtropis kecil tersebut hanya mencakup sebagian kecil daratan Jepang.

Jumlah pangkalan militer AS yang tidak proporsional yang berada di Okinawa telah menjadi sumber ketegangan yang berkepanjangan bagi warga setempat.

Mereka harus menanggung serangkaian kecelakaan dan kemalangan terkait militer AS yang hampir terus menerus terjadi yang melibatkan pesawat terbang, latihan menembak, dan polusi, serta sejumlah tindak kejahatan keji yang melibatkan para personel militer dan terkait militer AS, seperti yang banyak dilaporkan.

Kendati demikian, ketua pemilihan LDP Hiroshi Moriyama pada Senin (12/9) mengatakan bahwa Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyampaikan pemerintahannya masih berencana untuk melanjutkan rencana relokasi tersebut.

Rencana kontroversial itu didasarkan pada pakta yang dibuat antara AS dan Jepang pada 1996, dengan daerah pesisir Henoko dipilih sebagai lokasi pengganti pada 1999.

Masyarakat Okinawa secara efektif telah memilih agar pangkalan tersebut direlokasi keluar pulau itu atau keluar Jepang sekaligus dalam pemilihan gubernur terkini serta dalam pemilihan serupa yang digelar pada 2014, 2018, dan referendum pada 2019.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan