Jakarta (Indonesia Window) – Sejak berabad-abad yang lalu keanekaragaman hayati Indonesia telah menarik sejumlah ahli dan akademisi dari berbagai negara di dunia, termasuk seorang zoologist (ahli hewan) asal Jerman, Heinrich Boie.
Heinrich Boie yang lahir di Meldorf, Holstein, Jerman pada 1794 belajar hukum di Kiel dan Göttingen.
Saat menempuh pendidikan di universitas tersebut dia tertarik pada sejarah alam saat mengikuti kuliah Johann Friedrich Blumenbach dan Friedrich Tiedemann.
Dia kemudian diangkat sebagai asisten Coenraad Jacob Temminck di Leiden, Belanda.
Pada 1825 ia melakukan perjalanan ke Jawa bersama Salomon Müller guna mengumpulkan spesimen untuk museum hingga meninggal di Bogor pada 1827 karena demam empedu.
Heinrich Boie dimakamkan di Kompleks Pemakaman Belanda di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat.
Bersama saudaranya, Friedrich Boie, Heinrich mengabdikan hidupnya di bidang herpetologi (ilmu tentang reptil dan amfibi) mereka mendeskripsikan 49 spesies reptil baru dan beberapa spesies amfibi baru.
Makam
Meski telah menorehkan penemuan penting dalam bidang herpetology, tak banyak yang tahu bahwa Kebun Raya Bogor seluas 87 hektare merupakan tempat peristirahatan terakhir Heinrich Boie.
Makam ilmuwan Jerman yang dijuluki Bapak Ular Indonesia tersebut ditandai batu nisan tua dengan lambang ular di bagian atas.
Sebagai bentuk penghormatan, Kebun Raya Bogor bekerja sama dengan Kedutaan Besar Jerman melakukan pengecatan dan pemasangan nisan Heinrich Boie di Komplek Pemakaman Belanda, Kebun Raya Bogor, pada Senin (20/1), demikian pernyataan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dikutip di Jakarta, Sabtu.
Staf budaya dan pers pada Kedutaan Besar Republik Fedeeral Jerman, Marc Seamann, mengatakan pihaknya terkejut mengetahui seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman yang merupakan tokoh ular kenamaan di Indonesia dimakamkan di Kebun Raya Bogor.
“Kami berharap rekam jejak Heirich Boie selama melakukan kegiatan penelitian hewan reptil, khususnya ular, dapat ditindaklanjuti melalui ekspedisi atau kegiatan penelitian bersama antara peneliti reptil Indonesia dan rekan mereka dari Jerman,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Amir Hamidy, mendukung pemugaran makam Heinrich Boie sebagai penghormatan atas dedikasi ilmuan tersebut dalam penelitian binatang melata di tanah air.
“Saya banyak menggunakan penelitian Boie sebagai referensi, seperti tulisan saya tentang kobra jawa atau Naja sputatrix. Ular tersebut dideskripsikan oleh beliau,” ujar Amir.
Dia menambahkan, setidaknya ada 48 jenis ular di Tanah Air yang sudah dideskripsikan oleh Heinrich Boie.
Laporan: Redaksi