Jakarta (Indonesia Window) – Banyak alasan melatarbelakangi warga Indonesia, termasuk pengajar, peneliti dan praktisi, untuk menetap di luar negeri.
Di sisi lain, program pembangunan nasional membutuhkan peran dan karya diaspora Indonesia.
Sejak tahun 2014, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) aktif mencari dan merekrut diaspora untuk kembali ke tanah air.
Bahkan, mulai 2018 LIPI menerapkan jalur diaspora sebagai salah satu mekanisme penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil, demikian dikutip dari situs jejaring LIPI.
“Diaspora tidak dituntut macam-macam dahulu. Kita buat ekosistem yang sesuai untuk mereka, agar mereka datang dengan peraturan yang fleksibel, tidak ribet, dan mendapat kebebasan untuk melakukan riset,” ujar Kepala LIPI Laksana Tri Handoko pada acara Diskusi Publik Diaspora Peneliti Indonesia: Kiprah dan Tantangan pada Senin (9/12).
Dia menekankan bahwa bibit unggul dicari, bukan ditunggu.
Target pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia dihadapkan pada rasio jumlah SDM yang sangat rendah, yaitu 1:934 penduduk.
Sementara itu, Indonesia hanya memiliki 2.272 daftar paten atau 24 persen dari 9.362 paten global.
Peringkat publikasi internasional para peneliti Indonesia juga masih di peringkat 52 dari 230 negara.
Kondisi tersebut salah satunya karena Indonesia hanya memiliki 301.885 orang yang bekerja di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yang terdiri atas dosen, peneliti dan perekayasa.
Dari jumlah tersebut, 1.280 peneliti telah memiliki gelar doktor.
Laporan: Redaksi