Banner

UNHCR: 270.000 pengungsi Suriah kembali sejak penggulingan Assad, jumlahnya diperkirakan bertambah

Sejumlah pengungsi Suriah terlihat di kamp pengungsi Zaatari di Yordania, pada 2 Agustus 2022. (Xinhua/Mohammad Abu Ghosh)

Lebih dari 270.000 pengungsi Suriah telah kembali sejak tumbangnya pemerintahan Bashar al-Assad pada Desember 2024, dengan seperempat lebih dari mereka yang masih di luar negeri menyatakan keinginan untuk pulang dalam beberapa bulan mendatang.

 

Damaskus, Suriah (Xinhua/Indonesia Window) – Lebih dari 270.000 pengungsi Suriah telah kembali sejak tumbangnya pemerintahan Bashar al-Assad pada Desember 2024, dengan seperempat lebih dari mereka yang masih di luar negeri menyatakan keinginan untuk pulang dalam beberapa bulan mendatang. Hal tersebut disampaikan seorang pejabat senior dari Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) pada Selasa (11/2).

Aseer Madaien, wakil perwakilan misi UNHCR di Suriah, mengatakan kepada Xinhua bahwa sejak 8 Desember, ketika koalisi militan menggulingkan pemerintahan al-Assad, badan tersebut telah mencatat peningkatan signifikan jumlah pengungsi yang kembali, menandakan adanya pergeseran pola migrasi.

“Kami telah memantau kembalinya 270.000 pengungsi Suriah sejak transisi politik dimulai,” kata Madaien. “Jika ketersediaan layanan penting membaik, kami memperkirakan jumlah ini akan semakin bertambah.”

Survei regional UNHCR menunjukkan bahwa 27 persen pengungsi Suriah yang disurvei menyatakan kesediaan untuk kembali ke Suriah pada tahun depan, peningkatan substansial dari hanya 1 persen pada tahun sebelumnya, tambahnya.

Banner
Warga Suriah menunggu untuk memasuki Suriah dari Turkiye di Gerbang Perbatasan Cilvegozu di Distrik Reyhanli, Hatay, Turkiye, pada 10 Desember 2024. (Xinhua/Mustafa Kaya)

“Peningkatan ini signifikan dan mencerminkan tumbuhnya kepercayaan warga Suriah untuk kembali ke tanah air,” ujar Madaien.

Meski ada peningkatan jumlah pengungsi yang kembali, banyak pula pengungsi yang masih ragu-ragu karena berbagai tantangan yang terus berlanjut.

Menurut Madaien, kendala-kendala utama termasuk kurangnya perumahan, memburuknya layanan publik, dan terbatasnya peluang kerja.

“Banyak warga Suriah tidak memiliki rumah untuk mereka huni kembali,” tuturnya. Beberapa pengungsi internal yang pulang mendapati mereka tidak lagi punya tempat berlindung, imbuhnya.

Selain itu, organisasi kemanusiaan kesulitan memenuhi kebutuhan para pengungsi yang kembali. “Krisis pendanaan merupakan tantangan besar. Memastikan bahwa para pengungsi yang kembali bisa mendapatkan kondisi kehidupan yang bermartabat sangatlah penting,” ungkapnya.

Para pengungsi Suriah terlihat di sebuah kamp pengungsi di Zaatari, Yordania, pada 19 November 2021. (Xinhua/Mohammad Abu Ghosh)

Berbicara mengenai kamp-kamp pengungsi Suriah di negara-negara tetangga, pejabat UNHCR tersebut mengatakan bahwa nasib kamp-kamp itu bergantung pada tingkat dukungan yang diberikan di dalam wilayah Suriah.

Banner

“Penutupan kamp-kamp pengungsi hanya akan terjadi jika kondisi di dalam wilayah Suriah membaik,” jelasnya. “Saat ini, kami belum melihat ada negara tetangga … yang secara aktif mendorong pemulangan pengungsi dalam skala besar. Mereka masih meyakini bahwa prosesnya harus dilakukan secara bertahap.”

Menurut statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 13 juta warga Suriah terpaksa mengungsi akibat perang yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade di negara tersebut. Para pejabat UNHCR telah menekankan bahwa memastikan pemulangan yang aman dan berkelanjutan akan membutuhkan investasi jangka panjang dalam infrastruktur, pemulihan ekonomi, dan perlindungan hukum bagi para pengungsi yang kembali.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan