Larangan aborsi di AS telah menyebabkan para dokter di seluruh wilayah negara tersebut berada di posisi yang sangat lemah dalam menjalani antara pelatihan medis dan kewajiban etika profesional mereka di tengah kurangnya kejelasan soal apa yang diizinkan menurut aturan tersebut.
New York City, AS (Xinhua) – Empat bulan setelah pembatalan putusan Roe v. Wade pada Juni, sejumlah konsekuensi kesehatan yang mengerikan dari pelarangan layanan aborsi semakin terlihat jelas di Amerika Serikat (AS), demikian dilaporkan oleh Center for American Progress pekan lalu.
Sebanyak 18 negara bagian di AS, yang merupakan tempat tinggal bagi lebih dari 25 juta wanita yang berada di rentang usia subur, telah melarang sebagian atau seluruh akses ke layanan aborsi, dengan hanya menyisakan sejumlah pengecualian yang hampir mustahil untuk diterapkan, kata laporan tersebut.
“Ribuan orang telah mendapati bahwa memperoleh (layanan) aborsi yang diperlukan adalah hal mustahil,” imbuh laporan itu.
“Kisah-kisah mengerikan dari sejumlah negara bagian yang telah melarang aborsi menunjukkan krisis medis yang saat ini mencengkeram hampir separuh wilayah di negara ini,” urai laporan itu.
Memperparah kekejaman larangan aborsi, krisis akses aborsi tersebut memiliki kaitan dengan bencana perawatan kesehatan lainnya di AS, yakni kematian ibu (maternal mortality). Lebih lanjut laporan itu memaparkan bahwa AS mencatat tingkat kematian ibu tertinggi di antara negara-negara maju, dengan wanita kulit hitam mencatatkan tingkat kematian ibu yang lebih tinggi dibandingkan kelompok demografis lainnya.
Selain itu, para dokter di seluruh wilayah negara tersebut berada di posisi yang sangat lemah dalam menjalani antara pelatihan medis dan kewajiban etika profesional mereka di tengah kurangnya kejelasan soal apa yang diizinkan menurut undang-undang, urai laporan itu.
Kekhawatiran para voters
Inflasi dan aborsi memuncaki daftar isu paling penting yang diidentifikasi oleh para pemilih di Amerika Serikat (AS) untuk menentukan suara mereka dalam pemilihan umum (pemilu) paruh waktu AS 2022, menurut survei perkiraan hasil awal atau exit poll yang dirilis pada Selasa (8/11) malam waktu setempat.
Exit poll dari NBC News menunjukkan bahwa hampir sepertiga pemilih menyebut inflasi dan 27 persen lainnya mengatakan aborsi saat ditanya soal isu apa yang paling penting tahun ini.
Menyusul kedua isu tersebut adalah tindak kejahatan dan kebijakan senjata api, yang masing-masing disebutkan oleh 12 persen pemilih, kemudian diikuti oleh isu imigrasi, yang disebut oleh 10 persen responden.
Di seluruh AS, para kandidat Republikan menekankan tindak kejahatan, inflasi, dan imigrasi sebagai bagian dari pesan kampanye mereka.
Banyak pemilih Republikan memiliki kekhawatiran atas isu-isu tersebut, tunjuk jajak pendapat NBC, dengan 44 persen di antaranya menyebut inflasi sebagai isu paling penting, diikuti oleh imigrasi.
Sebaliknya, para pemilih Demokrat sangat mengkhawatirkan aborsi, dengan 46 persen di antaranya menyebut hal itu sebagai isu paling penting, disusul oleh inflasi dan kebijakan senjata api.
Dalam pemilu paruh waktu tahun ini, seluruh 435 kursi Dewan Perwakilan Rakyat AS diperebutkan, demikian juga 35 dari 100 kursi di Senat. Selain itu, 36 dari 50 negara bagian dan tiga teritori di AS sedang memilih gubernur.
Sejumlah pemilu tingkat negara bagian dan lokal lainnya juga tengah digelar.
Laporan: Redaksi