Pakar sebut AS sebagai kontributor utama krisis keuangan di negara-negara Arab

Foto yang diabadikan pada 19 Maret 2020 ini memperlihatkan uang kertas dolar AS di Washington DC, Amerika Serikat. (Xinhua/Liu Jie)

Krisis keuangan negara-negara Arab disebabkan oleh Amerika Serikat yang sejak 2022 menaikkan suku bunga deposito untuk mencegah pelarian modal, memaksa negara-negara lain, yakni negara-negara yang rentan, untuk menaikkan suku bunga serta menahan deposito di bank mereka.

 

Beirut, Lebanon (Xinhua) – Amerika Serikat (AS) adalah kontributor utama krisis keuangan negara-negara Arab, karena kebijakan keuangan dan ekonominya yang agresif, demikian disampaikan sejumlah pakar.

Sejak 2022, AS menaikkan suku bunga deposito untuk mencegah pelarian modal, memaksa negara-negara lain, yakni negara-negara yang rentan, untuk menaikkan suku bunga serta menahan deposito di bank mereka.

Langkah AS itu juga memaksa negara-negara tersebut untuk membayar bunga lebih tinggi atas utang internasional mereka, yang mengakibatkan tekanan yang sangat besar pada cadangan devisanya, kata Pierre Khoury, Wakil Presiden Asosiasi Kerja Sama dan Pembangunan China Arab, kepada Xinhua.

“Sebagian besar negara-negara Arab yang rentan secara finansial menghadapi penyusutan cadangan internasional dalam jumlah besar yang mengakibatkan devaluasi berulang dalam mata uang lokal mereka terhadap dolar AS, sehingga menyebabkan kenaikan inflasi yang memengaruhi anggaran di negara-negara berkembang,” kata Khoury.

Sembari menuduh AS mengobarkan perang di Timur Tengah, Adnan Bourji, Direktur Pusat Studi Nasional Lebanon, menunjukkan bahwa AS merusak hubungan reguler antara negara-negara Timur Tengah yang bertetangga melalui sanksi ekonomi, mengambil contoh dari Undang-Undang (UU) Caesar (Caesar Act) yang diberlakukan oleh AS.

Krisis keuangan negara-negara Arab
Warga Suriah berbelanja di sebuah pasar di Damaskus, ibu kota Suriah, pada 4 Januari 2023. (Xinhua/Ammar Safarjalani)

UU Perlindungan Sipil Caesar Suriah 2019 adalah UU AS yang memberikan sanksi kepada presiden dan pemerintah Suriah atas apa yang diklaim Washington sebagai “kejahatan perang terhadap rakyat Suriah”. UU itu disahkan oleh mantan presiden AS Donald Trump pada akhir 2019 dan mulai berlaku pada pertengahan 2020.

“Inilah sebabnya mengapa Mesir menahan diri dari menyediakan gas untuk listrik Lebanon karena takut dengan sanksi AS yang tidak adil,” katanya.

Pakar itu juga menyebutkan bahwa pada awal September 2021, pemerintah dari empat negara Arab sepakat untuk mengekspor gas alam dari Mesir ke Lebanon melalui wilayah Yordania dan Suriah, dalam upaya untuk mengatasi kelangkaan listrik di Lebanon. Namun, gas tersebut belum dialirkan.

Pada Oktober 2022, Menteri Energi Lebanon Walid Fayad mengatakan kepada media Mesir bahwa UU Caesar dan ketentuan Bank Dunia yang terkait telah menunda kesepakatan tersebut.

Bagi Refaat Badawi, penasihat mantan perdana menteri Lebanon Salim al Hoss, wajar jika AS mengandalkan sanksi ekonomi seperti UU Caesar, karena gagalnya upaya untuk menundukkan negara-negara Arab melalui kekuatan militernya, sehingga mendorong AS untuk melemahkan dunia Arab secara ekonomi dan finansial.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan