Banner

Wamenlu Iran optimistis perjanjian tarif perdagangan dengan Indonesia hasilkan manfaatkan

Wakil Menteri Luar Negeri sekaligus presiden lembaga pemikir Institute for Political and International Studies (IPIS), Dr. Mohammad Hasan Sheikholeslami, saat menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (13/8/2024). (Indonesia Window/Ronald Rangkayo)

Kondisi ekonomi Iran bertahan di tengah gempuran sanksi ilegal Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Dr. Mohammad Hasan Sheikholeslami, menyatakan optimismenya terhadap Perjanjian Perdagangan Preferensi antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran (Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement/II-PTA) yang ditandatangani pada 23 Mei 2023 di Istana Bogor, Jawa Barat.

“Perjanjian tarif perdagangan yang disepakati oleh dua negara telah diratifikasi oleh parlemen Iran, dan disahkan oleh Dewan Penjaga Konstitusi. Dengan demikian, perjanjian ini telah menjadi Undang-Undang di Iran,” jelas presiden lembaga pemikir Institute for Political and International Studies (IPIS) tersebut, dalam acara media gathering di Jakarta, Selasa (13/8).

Sementara itu di pihak Indonesia, pada 8 Juli lalu, Kementerian Perdagangan dan Komisi VI DPR RI sepakat meratifikasi Persetujuan Perjanjian Preferensial Perdagangan antara Indonesia dan Republik Islam Iran.

“Di Indonesia proses legal telah ditempuh. Jika aspek-aspek administrasi sudah lengkap, maka mestinya tidak ada halangan lain untuk manfaatkan kesempatan ini,” ujar Dr. Sheikholeslami.

Banner

Selanjutnya, dia menyatakan optimisme yang tinggi terhadap kesepakatan ini karena akan berpengaruh pada perdagangan kedua negara. “Semoga dalam waktu dekat kita dapat melihat pelaksanaan kesepakatan ini agar kita bisa menyaksikan perkembangannya.”

Presiden IPIS itu menegaskan, kondisi ekonomi Iran tetap bertahan di tengah gempuran sanksi ilegal Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya.

“Iran adalah negara besar, dengan sumber-sumber energi dan mineral yang melimpah, dan industri yang maju. Maka, terdapat peluang ekonomi yang sangat besar dan menarik,” ujarnya, seraya menerangkan, lokasi Iran yang berada di pertemuan tiga kawasan penting, yakni Asia, Afrika dan Eropa, serta berbatasan laut dan darat dengan 15 negara menjadi keuntungan lain dari ekonomi negara dia Asia Barat Daya ini.

“Sumber daya manusia Iran juga pintar dan ini menjadi potensi besar Iran. Oleh karena itu, meskipun Iran berada di bawah sanksi ilegal AS selama 40 tahun, yang telah merugikan miliaran dolar dan menghambat pembangunan Iran, Iran tetap melakukan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan ekonomi,” urai Wamenlu Sheikholeslami.

Menurutnya, perkembangan teknologi nano dan energi nuklir untuk perdamaian Iran termasuk lima besar di dunia.

“Terobosan-terobosan ekonomi yang dijalin dengan negara tetangga China dan Rusia di timur, serta Amerika Latin dan Afrika membuat ekonomi Iran bertahan, selamat, dan semakin maju, hingga mencapai 5 persen,” kata Dr. Sheikholeslami.

Banner

Normalisasi hubungan antara Iran dan negara tetangga Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Bahrain, juga turut memajukan ekonomi Iran.

“Sanksi merupakan pukulan besar. Tapi kami terus menempuh jalur kemajuan. Sanksi justru menciptakan kesempatan bagi Iran. Negara-negara yang menjatuhkan sanksi terhadap Iran telah membatasi peluang investasi dan ekonomi dengan Iran, sehingga tidak mendapatkan keuntungan besar dari Iran,” lanjutnya.

Wakil Menteri Luar Negeri sekaligus presiden lembaga pemikir Institute for Political and International Studies (IPIS), Dr. Mohammad Hasan Sheikholeslami (kanan) dan Duta Besar Republik Islam Iran, Mohammad Boroujerdi (kiri), saat menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (13/8/2024). (Indonesia Window/Ronald Rangkayo)

Sementara itu, menurut Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan beberapa waktu lalu, melalui Perjanjian Perdagangan Preferensi antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran, Indonesia mendapat penghapusan dan penurunan tarif atas 239 pos tarif (PT). Pos tarif itu meliputi produk mineral, industri, pertanian, dan perikanan. Setelah diberlakukan, ekspor Indonesia ke Iran diproyeksikan menjadi 494 juta dolar AS pada 2030, dan akan menikmati surplus sebesar 468 juta dolar AS.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan