Bekasi, Jawa Barat (Indonesia Window) – Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningkatkan kapasitas laboratorium penguji penyakit udang yang valid dan berstandar internasional.
Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya penyakit yang menjadi ancaman bagi keberlanjutan industri udang di Indonesia, menurut pernyataan dari kementerian yang diterima di Bekasi, Jawa Barat pada Rabu.
Dalam mengembangkan laboratorium itu, BKIPM telah menandatangani kerja sama dengan lembaga penelitian the Yellow Sea Fisheries Research Institute (YSFRI) dari China.
YSFRI merupakan laboratorium yang telah diakui dan ditunjuk oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) sebagai acuan di wilayah Asia untuk penyakit white spot syndrome virus (WSSV) dan infectious hypodermal hematopoietic necrosis virus (IHHNV).
Kerja sama tersebut diimplementasikan dalam Twinning Laboratory Program selama tiga tahun.
“Salah satu target utama kerja sama ini adalah BKIPM memiliki laboratorium berstandar internasional dan diakui oleh OIE untuk menjadi acuan bagi pengujian WSSV dan IHHNV di wilayah Asia Tenggara,” ujar Kepala BKIPM, Rina, pada acara Consultation of the OIE Twinning Lab Program Plan of Action di Jakarta pada Selasa (15/9).
BKIPM, YSFRI dan OIE sepakat untuk tetap melanjutkan implementasi program meski dunia tengah dilanda pandemik COVID-19.
Saat ini, Indonesia tercatat sebagai pengekspor udang terbesar di dunia.
Dari total komoditas udang Indonesia, 66 ,06 persen telah diekspor ke Amerika Serikat, 19,3 persen ke Jepang, 4,54 perse ke Uni Eropa, 2,17 persen ke negara-negara ASEAN, 1,95 persen ke China, dan 5,98 persen ke sejumlah negara lainnya.
Laporan: Raihanatul Radhwa