Kesehatan mental anak-anak Palestina sangat terdampak, dengan mereka menunjukkan tingkat kecemasan yang sangat tinggi, kehilangan nafsu makan, insomnia, dan kepanikan setiap kali mendengar pengeboman.
Jenewa, Swiss (Xinhua) – Sedikitnya 17.000 anak di Jalur Gaza saat ini hidup tanpa didampingi atau terpisah dari orang tua atau kerabat mereka, demikian menurut estimasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (2/2).
Berbicara dari Yerusalem, Jonathan Crickx, kepala komunikasi di Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) untuk Negara Palestina, mengatakan bahwa angka tersebut setara dengan satu persen dari 1,7 juta warga yang mengungsi di Gaza. Total populasi di daerah kantong itu tercatat sekitar 2,3 juta jiwa.
Crickx, yang mengunjungi Gaza pekan ini, mengatakan bahwa dirinya bertemu dengan 12 anak di sana, tiga di antaranya telah kehilangan orang tua mereka.
“Di balik setiap statistik itu terdapat seorang anak yang harus menerima kenyataan baru yang mengerikan ini,” katanya.
Sebagai contoh, Razan yang berusia 11 tahun, kehilangan hampir semua anggota keluarganya, dan kakinya harus diamputasi, ungkap Crickx. “Dia masih terguncang, belajar untuk hidup dengan disabilitas dalam konteks di mana layanan rehabilitasi tidak tersedia.”
Karena kurangnya makanan, air, dan tempat tinggal, keluarga besar tidak mampu merawat anak-anak tambahan, lanjutnya.
Kesehatan mental anak-anak Palestina sangat terdampak, ujar Crickx. Mereka menunjukkan tingkat kecemasan yang sangat tinggi, kehilangan nafsu makan, insomnia, dan kepanikan setiap kali mendengar pengeboman.
“UNICEF saat ini memperkirakan bahwa hampir semua anak Gaza, lebih dari satu juta, membutuhkan dukungan kesehatan mental dan psikososial,” tutur pejabat PBB itu.
“Satu-satunya cara agar dukungan kesehatan mental dan psikososial ini dapat diberikan dalam skala besar adalah dengan gencatan senjata,” pungkasnya.
Laporan: Redaksi