Israel ancam akhiri gencatan senjata jika sandera tak dibebaskan

Keputusan Hamas untuk menunda pembebasan sandera memicu pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengusulkan agar Israel membatalkan seluruh perjanjian gencatan senjata dan “membiarkan segala kekacauan terjadi” kecuali “semua sandera” dipulangkan.
Yerusalem, Wilayah Palestina yang diduduki (Xinhua/Indonesia Window) – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (11/2) menyampaikan bahwa gencatan senjata dengan Hamas akan diakhiri “jika Hamas tidak memulangkan sandera kami pada Sabtu (15/2) tengah hari.”
“Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) akan melanjutkan pertempuran sengit hingga Hamas benar-benar dikalahkan,” ujar Netanyahu dalam sebuah video pernyataan, sembari menyatakan bahwa langkah itu telah disetujui secara bulat oleh para menteri dalam Kabinet yang dipimpinnya selama pertemuan empat jam yang diadakan sebelumnya pada hari yang sama.
Pernyataan Netanyahu tersebut disampaikan sehari setelah Hamas mengumumkan bahwa penyerahan sandera yang sedianya dijadwalkan pada Sabtu akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Menyusul pernyataan Netanyahu, Hamas menuturkan bahwa pihaknya berkomitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata itu selama Israel mematuhinya. Israel “memikul tanggung jawab penuh atas segala komplikasi atau penundaan,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Keputusan Hamas untuk menunda pembebasan sandera yang sedianya dijadwalkan pada akhir pekan ini memicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengusulkan agar Israel membatalkan seluruh perjanjian tersebut dan “membiarkan segala kekacauan terjadi” kecuali “semua sandera” dipulangkan hingga Sabtu.
Seluruh anggota kabinet Israel “menyambut baik tuntutan Presiden Trump,” ujar Netanyahu.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Selasa pagi menyerukan untuk “menghindari dimulainya kembali permusuhan di Gaza, yang akan menyebabkan tragedi besar, dengan cara apa pun.”
“Kedua pihak harus sepenuhnya mematuhi komitmen mereka dalam kesepakatan gencatan senjata dan melanjutkan negosiasi serius tahap kedua di Doha,” ujar Guterres dalam platform media sosial X.
Meningkatnya ketegangan
Pada Senin (10/2), Hamas menuding Israel melakukan pelanggaran atas kesepakatan gencatan senjata yang telah berlangsung selama tiga pekan, termasuk memblokir bantuan kemanusiaan yang vital.
Penyerahan sandera akan ditunda hingga Israel mematuhi kesepakatan itu dan memberikan kompensasi secara retroaktif atas berbagai pelanggaran di masa lalu, tutur Abu Obeida, juru bicara sayap bersenjata Hamas Brigade Al-Qassam.
Menanggapi hal itu, Israel Katz, menteri pertahanan Israel, pada Senin mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pengumuman Hamas merupakan “pelanggaran total terhadap gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera.”
Katz menuturkan bahwa dirinya telah memerintahkan IDF untuk “bersiap pada level kesiapan tertinggi untuk segala skenario yang mungkin terjadi di Gaza dan untuk mempertahankan komunitas-komunitas di dekat wilayah kantong tersebut.”
Pada 4 Februari, Trump mengumumkan sebuah rencana yang kontroversial untuk mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi warga Palestina dari wilayah kantong tersebut dalam sebuah konferensi pers gabungan bersama Netanyahu di Washington.
Dua hari kemudian, Netanyahu menyampaikan dalam sebuah sesi wawancara bahwa “(Arab) Saudi dapat membentuk negara Palestina di Arab Saudi. Mereka memiliki banyak lahan di sana.”
Banyak negara Arab dan Muslim telah menyuarakan penolakan terhadap gagasan untuk mengusir warga Gaza dari tanah kelahiran mereka.
Gencatan senjata itu, yang mulai berlaku pada 19 Januari usai perang berjalan selama 15 bulan, disusun dalam tiga fase yang berlaku selama enam pekan. Sebanyak 33 sandera Israel dan sekitar 2.000 tawanan Palestina diperkirakan akan dibebaskan selama fase pertama.
Hingga saat ini, sebanyak 21 sandera, yang terdiri dari 16 warga Israel dan lima warga Thailand, telah dibebaskan sebagai ganti untuk ratusan tahanan Palestina.
Kendati gencatan senjata itu diberlakukan, aksi kekerasan tetap berlangsung. Sejak 19 Januari, sedikitnya 118 warga Palestina tewas sementara 822 lainnya mengalami luka-luka di Gaza, ungkap kementerian kesehatan setempat pada Selasa.
Laporan: Redaksi