Banner

IMF: Kemungkinan resesi global tak dapat ditepis

Ilustrasi. Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan beberapa ekonomi besar, termasuk China dan Rusia, telah mengalami kontraksi pada kuartal kedua 2022. (Gerd Altmann from Pixabay)

Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan beberapa ekonomi besar, termasuk China dan Rusia, telah mengalami kontraksi pada kuartal kedua 2022.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu (6/7) mengatakan prospek ekonomi global telah “suram secara signifikan” sejak April dan dia tidak dapat mengesampingkan kemungkinan resesi global tahun depan mengingat risiko-risiko yang meningkat.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya dalam beberapa pekan mendatang akan menurunkan perkiraan 2022 untuk pertumbuhan ekonomi global 3,6 persen buat ketiga kalinya tahun ini, menambahkan bahwa para ekonom IMF masih menghitung angka-angka baru.

IMF diharapkan akan merilis perkiraan resesi global terbarunya untuk 2022 dan 2023 pada akhir Juli, setelah memangkas perkiraannya hampir satu poin persentase penuh pada April. 

kemungkinan resesi global
Ilustrasi. (John Cameron on Unsplash)

Ekonomi global tumbuh sebesar 6,1 persen pada tahun 2021.

“Prospek sejak pembaruan terakhir kami pada April menjadi suram secara signifikan,” katanya kepada Reuters dalam sebuah wawancara, mengutip penyebaran inflasi yang lebih universal, kenaikan suku bunga yang lebih substansial, perlambatan pertumbuhan ekonomi China, dan meningkatnya sanksi terkait perang Ukraina.

“Kita berada di perairan yang sangat berombak,” katanya. Ditanya apakah dia dapat mengesampingkan kemungkinan resesi global, dia berkata, “Risikonya telah meningkat sehingga kita tidak dapat mengesampingkannya.”

Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan beberapa ekonomi besar, termasuk China dan Rusia, telah mengalami kontraksi pada kuartal kedua, katanya, mencatat risikonya bahkan lebih tinggi pada tahun 2023.

“Ini akan menjadi tahun 2022 yang sulit, tetapi mungkin bahkan 2023 yang lebih sulit,” katanya. “Risiko resesi meningkat pada 2023.”

Investor semakin khawatir tentang risiko resesi, dengan bagian penting dari kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS terbalik untuk hari kedua berturut-turut pada Rabu (6/7), menunjukkan bahwa resesi kian dekat.

Ketua Federal Reserve Jerome Powell bulan lalu mengatakan bank sentral AS tidak mencoba untuk merekayasa resesi, tetapi berkomitmen penuh untuk mengendalikan harga-harga sekalipun hal itu berisiko penurunan ekonomi.

Georgieva mengatakan pengetatan kondisi keuangan yang lebih lama akan memperumit prospek ekonomi global, tetapi menambahkan, sangat penting untuk mengendalikan lonjakan harga-harga.

Prospek global sekarang lebih heterogen daripada dua tahun lalu, dengan eksportir energi, termasuk Amerika Serikat, pada pijakan yang lebih baik, sementara importir sedang kesulitan, katanya.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat mungkin merupakan “harga yang harus dibayar” mengingat kebutuhan mendesak untuk memulihkan stabilitas harga, katanya.

Georgieva mengutip meningkatnya risiko divergensi antara kebijakan fiskal dan moneter, dan mendesak negara-negara untuk secara hati-hati mengkalibrasi tindakan tersebut guna mencegah kemungkinan dukungan fiskal yang merusak upaya bank sentral dalam mengendalikan inflasi.

“Kita perlu menciptakan tingkat koordinasi yang sama kuat antara bank sentral dan kementerian keuangan sehingga mereka memberikan dukungan dengan cara yang sangat tepat sasaran … dan tidak melemahkan apa yang ingin dicapai oleh kebijakan moneter,” katanya.

Sumber: Reuters

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan