Banner

Israel dan Hamas sepakati jeda untuk pelaksanaan vaksinasi polio di Gaza

Seorang anak bersepeda di antara puing-puing bangunan yang hancur di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, pada 26 Agustus 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Kampanye vaksinasi polio di Gaza menyasar 640.000 anak di bawah usia 10 tahun di 392 lokasi, dengan vaksin akan diberikan dalam dua dosis dengan interval sekitar empat pekan.

 

PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Israel dan Hamas telah sepakat untuk menghentikan sementara pertempuran di Jalur Gaza untuk memungkinkan pelaksanaan kampanye vaksinasi polio yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebut seorang pejabat WHO pada Kamis (29/8).

Rik Peeperkorn, kepala kantor WHO untuk Tepi Barat dan Gaza, mengatakan kepada awak media dalam taklimat via video bahwa badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, kementerian kesehatan Hamas, dan badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina atau UNRWA akan meluncurkan kampanye tersebut pada Minggu (1/9).

Dia mengatakan bahwa dua putaran pertama vaksin polio akan diberikan mulai pukul 06.00 hingga pukul 15.00 waktu setempat di daerah pusat Gaza selama tiga hari, diikuti dengan tiga hari lainnya di daerah selatan dan tiga hari berikutnya di utara. Jeda pertempuran untuk setiap kampanye vaksinasi yang berlangsung selama tiga hari dapat diperpanjang hingga hari keempat jika diperlukan.

Pejabat WHO itu mengatakan sebanyak 2.180 pekerja dalam 295 tim akan memberikan vaksin oral kepada 640.000 anak di bawah usia 10 tahun di 392 lokasi. Vaksin tersebut akan diberikan dalam dua dosis dengan interval sekitar empat pekan.

Banner

Dikatakan Peeperkorn, jika ada anak-anak yang tidak dapat dibawa ke 392 lokasi yang direncanakan di rumah sakit dan lokasi medis lainnya, “kami akan berusaha menjangkau mereka.”

Setelah seorang anak perempuan berusia 10 bulan ditemukan terjangkit polio, yang menyebabkan kaki kirinya mengalami kelumpuhan parsial, WHO mengumumkan rencana kampanye vaksinasi di Gaza.

Di Gaza, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan otoritas Israel mengumumkan bahwa para pengungsi dapat kembali ke daerah-daerah tertentu di Deir al-Balah, yang menandai kali pertama para pengungsi secara resmi diizinkan untuk kembali ke sebuah daerah yang sebelumnya dievakuasi.

Kampanye vaksinasi polio
Orang-orang meninggalkan distrik-distrik timur di Kota Khan Younis di Jalur Gaza selatan pada 8 Agustus 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

OCHA mengatakan bahwa perintah evakuasi juga sangat menghambat berbagai upaya bantuan. Belum lama ini, hal itu telah membuat banyak kolega kemanusiaan telantar dan kehilangan akses ke gudang penyimpanan, sumur air, fasilitas penting lainnya, dan rute-rute bantuan kemanusiaan.

“Para kolega PBB telah menilai kondisi air, kebersihan, dan sanitasi di dua lokasi yang menampung lebih dari 1.200 keluarga di Rafah,” kata kantor tersebut. “Orang-orang kesulitan mendapatkan air minum karena tidak ada pengiriman. Mereka melaporkan penyakit kulit sebagai penyakit utama di kalangan wanita dan anak-anak, tanpa adanya perawatan yang tersedia ketika mereka pergi ke lokasi-lokasi perawatan medis.”

OCHA juga mengatakan bahwa air laut membanjiri tenda-tenda mereka yang tinggal tepat di pantai di Mawassi.

Banner

Di Tepi Barat, OCHA mengatakan terdapat sejumlah laporan mengenai keluarga-keluarga yang kehilangan tempat tinggal, terutama di daerah perkotaan di mana pasukan Israel telah mengalihfungsikan rumah-rumah mereka sebagai pos militer. Di beberapa lokasi, buldoser militer telah merusak infrastruktur, sementara pemadaman listrik dan telekomunikasi terus berlanjut.

“Operasi-operasi militer di dekat rumah sakit juga terus berlanjut, yang praktis mengepung fasilitas-fasilitas ini dan membatasi pergerakan keluar dan masuk, termasuk bagi staf medis,” ungkap OCHA.

Selain itu, OCHA juga menyebutkan bahwa klinik UNRWA di kamp pengungsi Al Far’a harus menghentikan sementara pengoperasiannya pada Rabu (28/8), dan kembali beroperasi pada Kamis setelah pasukan Israel meninggalkan daerah tersebut. Sejumlah badan PBB memperingatkan adanya risiko bom-bom yang belum meledak (unexploded munitions) di beberapa daerah.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan