Banner

USAID bermitra dengan enam jaringan rumah sakit swasta di Indonesia lawan TBC

Direktur Kantor Kesehatan USAID, Eni Martin, pada press briefing dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia, khususnya mengenai ‘Program Tuberkulosis USAID di Indonesia’, di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Senin (25/3/2024). (Indonesia Window/Ronald Rangkayo)

Jaringan rumah sakit swasta di Indonesia bermitra dengan USAID dalam upaya melawan tuberkulosis (TBC) di Tanah Air, yang dimulai dengan skrining awal hingga pengobatan.

 

Jakarta (Indonesia Window) – Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) telah bermitra dengan enam jaringan rumah sakit swasta di Indonesia dalam upaya melawan tuberkulosis (TBC) di Tanah Air.

Banner

Enam jaringan rumah sakit swasta tersebut adalah Hermina, Mitra Keluarga, Muhammadiyah, Pertamedika, Primaya, dan Siloam, kata Direktur Kantor Kesehatan USAID, Eni Martin, pada press briefing dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia, khususnya mengenai ‘Program Tuberkulosis USAID di Indonesia’, di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Senin.

Dengan Muhammadiyah, lanjutnya, 4.000.000 orang berhasil di-skrining tahun lalu, dan upaya ini berhasil mengidentifikasi 16.000 pasien. Keberhasilan kolaborasi antara USAID dan jaringan rumah sakit Muhammadiyah tersebut akan diterapkan di rumah sakit-rumah sakit lainnya di seluruh Indonesia.

Selain itu, bersama dengan RS Muhammadiyah, USAID membantu membangun sepuluh pusat pelayanan pengobatan TBC di tingkat daerah. “Bermitra dengan jaringan rumah sakit swasta akan mengurangi beban pemerintah,” ujar Eni.

Banner

“Di Indonesia, tuberkulosis berada di peringkat keempat dalam kasus kematian, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia,” ujar Eni, seraya menambahkan bahwa ada 1.060.000 kasus baru ditemukan di Indonesia, dengan 134.000 kematian setiap tahun.

“Artinya, ada satu orang yang terinfeksi TBC setiap 30 detik di Indonesia,” ujarnya.

Menurut Eni, salah satu tantangan terbesar dalam upaya mencegah dan mengobati TBC adalah adanya galur bakteri TBC yang resisten terhadap obat yang diberikan kepada pasien. “Jika strain bakteri tersebut resisten terhadap obat TBC, maka obat tidak lagi efektif,” ujarnya.

Banner

Guna menghadapi tantangan tersebut, lanjutnya, USAID berencana memberikan terapi pencegahan tuberkulosis bagi 145.070 orang di Tanah Air, berupa paduan obat yang menggabungkan isoniazid dosis tinggi dan rifapentine dosis tinggi, dengan harga yang lebih rendah 30 persen dari sebelumnya. Obat ini diberikan satu kali sepekan selama tiga bulan, dibandingkan pengobatan sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga 11 bulan.

Tantangan lainnya dalam melawan TBC adalah memastikan pasien menjalani pengobatan hingga tuntas dan benar-benar sembuh.

Kemitraan dengan Muhammadiyah bertujuan memberdayakan kader-kader yang akan membantu memastikan para pasien menyelesaikan proses pengobatan, kata Eni.

Banner

Dia menekankan bahwa TBC pasti dapat disembuhkan karena fasilitas-fasilitas kesehatan untuk diagnosa awal penyakit ini serta obat-obatan yang memadai tersedia dan terjangkau di seluruh Indonesia.

WHO menyebutkan, TBC merupakan penyakit menular yang paling sering menyerang paru-paru, dan menyebar melalui udara ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah.

Sekitar seperempat populasi global diperkirakan telah terinfeksi bakteri TBC. Sekitar 5–10 persen orang yang terinfeksi TBC pada akhirnya akan menunjukkan gejala dan mengembangkan penyakit TBC dalam tubuhnya.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan