Banner

Warga tak perlu izin air tanah untuk pemakaian kurang dari 100 meter kubik/bulan

Seorang warga setempat yang membawa ember berjalan untuk mengambil air dari reservoir air tanah buatan di tengah sawah yang mengalami kekeringan di Desa Rawa Bogo, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada 21 Agustus 2023. (Xinhua/Veri Sanovri)

Izin penggunaan air tanah hanya berlaku bagi pemakaian lebih dari 100 meter kubik per bulan, sedangkan rumah tangga dengan pemakaian air tanah di bawah angka tersebut tidak memerlukan izin.

 

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Masyarakat atau rumah tangga tidak perlu mendapatkan izin penggunaan air tanah untuk pemakaian kurang dari 100 meter kubik per bulan, sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

“Jangan khawatir, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin (penggunaan air tanah), karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 meter kubik per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid, dalam siaran pers yang dikutip dari laman Kementerian ESDM di Bogor, Jumat.

Keputusan menteri tersebut bertujuan untuk menjaga agar air tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mencegah terjadinya kerusakan air tanah. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa masyarakat (rumah tangga) yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 meter kubik per bulan, sedangkan rumah tangga dengan pemakaian air tanah di bawah angka tersebut tidak memerlukan izin.

Menurut Wafid, 100 meter kubik atau 100.000 liter adalah jumlah yang sangat besar. “Seratus meter kubik itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter,” terangnya.

Banner

Pengaturan pemanfaatan air tanah berkapasitas besar ini, katanya, bukanlah hal yang baru. “Aturan terkait penggunaan air tanah dengan debit besar sudah dari dulu ditetapkan, salah satunya diatur dalam Undang-Undang Sumber Daya Air yang terdahulu (Undang-undang Nomor 7 tahun 2004),” kata Wafid.

Pengaturan ini bertujuan mengatasi dampak eksploitasi air tanah yang berlebihan, yang dapat mengakibatkan menurunnya jumlah cadangan air tanah, sehingga menimbulkan dampak lain terhadap lingkungan, seperti penurunan tanah (land subsidence) dan intrusi air laut.

Beberapa wilayah di Indonesia telah mengalami kerusakan air serius seperti di kota-kota besar di Pulau Jawa.

Upaya konservasi serta manajemen sumber daya air tanah yang berkelanjutan harus dilakukan guna mengurangi eksploitasi yang berlebihan, dan mengembangkan alternatif sumber air bersih lainnya.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan