Satelit kecil dapat didesain untuk mengumpulkan data bencana alam dan alat komunikasi laboratorium, perusahaan dan radio amatir di wilayah Indonesia.
Jakarta (Indonesia Window) – Indonesia mengangkat keberhasilan peluncuran satelit kecil pertama buatan mahasiswa Indonesia pada 6 Januari 2023 (Surya Satellite-1/SS-1) dalam pertemuan Sesi ke-62 Sub-Komite Hukum PBB Penggunaan Antariksa untuk Maksud Damai (LSC UNCOPUOS).
Dalam pernyataan nasional yang dibacakan Kuasa Usaha Sementara KBRI Wina, A. Alfiano Tamala pada 23 Maret, Indonesia juga menyamaikan apresiasi kepada Badan Eksplorasi Luar Angkasa Jepang (JAXA) dan Kantor PBB urusan Antariksa (UNOOSA) atas dukungannya dalam peluncuran satelit ini.
SS-1 merupakan student satellite Indonesia pertama yang dikembangkan dan dilepaskan dengan dukungan KiboCube, sebuah Modul percobaan Jepang, yang saat ini merupakan satu-satunya modul yang digunakan untuk meluncurkan satelit dari International Space Station.
SS-1 dilengkapi dengan Automatic Package Reporting System (APRS) yang akan berkomunikasi dua arah dengan bumi dengan frekuensi radio amatir.
Saat ini, Pemerintah Indonesia telah memiliki satelit nano seperti antara lain LAPAN-A-1, LAPAN-A-2 (Orari) dan LAPAN A-3.
LAPAN-A-2, misalnya, telah beroperasi sekitar tujuh tahun dan berfungsi memonitor bumi, pelayaran, keperluan komunikasi dan riset, serta penanganan situasi darurat saat bencana.
Satelit nano ini juga digunakan untuk keperluan jaringan radio amatir sejumlah negara di garis katulistiwa.
Satelit kecil dapat didesain untuk mengumpulkan data bencana alam dan alat komunikasi laboratorium, perusahaan dan radio amatir di wilayah Indonesia.
Satelit tersebut juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk melacak posisi kendaraan, pendaki gunung, kapal nelayan dan hotspot kebakaran hutan.
Sebagai negara kepulauan di garis katulistiwa, Indonesia memiliki kondisi geografis khusus sehingga perlu terus mengembangkan dan memanfaatkan teknologi satelit kecil.
Teknologi tersebut berguna dalam menunjang konektivitas berbagai daerah dan penduduk Indonesia, khususnya di wilayah terpencil.
Selain itu, Indonesia juga menggarisbawahi pentingnya pengaturan internasional pengoperasian satelit kecil, mengingat permintaan dan pengembangan satelit ini semakin meluas.
Pada kesempatan yang sama, Indonesia juga menyoroti semakin banyaknya satelit mikro dan mega konstelasi yang memenuhi orbit dan atmosfer dan mengajukan perlunya pembahasan mengenai jaminan akses dan penggunaan orbit dan spektrum secara rasional dan adil serta perlunya suatu sistem untuk menghindari interference dan risiko tabrakan (collision).
Indonesia juga memandang penting perlunya fasilitasi dan registrasi satelit mega konstelasi serta koordinasi internasional, dan keterbukan informasi dan data mengenai space situational awareness activities.
Sesi ke-62 Sub-Komite Hukum Sub-Komite Hukum PBB Penggunaan Antariksa untuk Maksud Damai berlangsung di Kantor PBB Wina, Austria pada 20 – 31 Maret 2023 dan dihadiri oleh seluruh negara anggota UCOPUOS, peninjau dan berbagai organisasi internasional.
Delegasi Indonesia terdiri atas Indonesian Space Agency Secretariat (INASA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Wina.
Laporan: Redaksi